Senin, 22 April 2013

Bantahan terhadap Wahabi mengenai Hukum Maulid Nabi SAW

                        HUKUM MERAYAKAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW

            Kaum Wahabi/Salafi melarang semua bentuk perayaan-perayaan Maulid Nabi SAW, begitu juga membaca Barjanzi dan Amin Tadza Kuriji… semua itu dilarang, karena kata mereka itu adalah  pekerjaan Bid’ah.
            Jadi jelaslah bahwa aliran Wahabi/ Salafi melarang orang untuk memuji-muji Nabi Muhammad SAW, ini aneh sekali, bahkan Ulama yg menjadi panutan Aliran Wahabi/Salafi yaitu Al-Imam Ibnu Taimiyah dan Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauzi mereka berkata bahwa : barangsiapa yang pergi ke Madinah untuk menziarahi Makam Nabi Muhammad SAW maka Musafirnya itu adalah Musafir Ma’siat dan dia tidak boleh menjama’ dan menQashar Shalat. Ketika membaca keterangan tersebut saya sangat terkejut atas pernyataan kedua Ulama tersebut. Aliran Wahabi mengharamkan yang namanya Ziarah Kubur, sampai menziarahi makam Rasulullah SAW pun dianggap mereka adalah perbuatan ma’siat. Akibat dari ucapan mereka itu Makam Ibnu taimiyah di Syiria yang terletak dibelakang Rumah Sakit, tidak pernah sama sekali dikunjungi orang, dan terlihat makamnya sangat tidak terurus, sementara makam-makam Ulama yang lain seperti Imam An-Nawawi, Imam Syafi’I dan Ulama lainnya ramai sekali dikunjungi orang, maka dapat disimpulkan lah makam siapa kah yang lebih dicintai Manusia????
tentu anda tahu jawabannya.
            Al-Imam Ibnu Taimiyah ini adalah seorang Ulama yang diragukan ke imanannya karena banyak dari pendapat beliau itu yang bertentangan dengan Faham Sunni (Ahlussunnah Wal Jama’ah), seperti perkataan beliau yang mengatakan bahwa Allah itu di atas Arasy, akibat dari pendapat beliau tersebut maka sampai 80 orang lebih Ulama yang mengkafirkan beliau,pertanyaannya bagaimana bisa kita menukil pendapat orang yg sementara orang tersebut sudah diragukan akan keimanannya???? Insya Allah saya sedang menyusun artikel mengenai bantahan-bantahan Ahlussunnah Waljama’ah terhadap Pendapat Ibnu Taimiyah, atau Bantahan-Bantahan Ahlussunnah Wal Jama’ah terhadap Faham Wahabi/Salafi” judul besar dari artikel itu adalah Pedang Kilat membantah Wahabi (Ibnu Taimiyah).

Hukum Maulid Nabi SAW.
            Banyak para Ulama dari kalangan Madzhab Syafi’I memfatwakan, bahwa adalah sunnat hukumnya merayakan Maulid Nabi SAW dan hari Isra wal Mi’raj.
            Merayakan hari Maulid Nabi SAW itu boleh dengan amalan apa saja, asal semuanya diniatkan untuk membesarkan dan untuk mengagungkan junjungan Nabi Muhammad SAW, dan didalam perayaan tersebut tidak ada unsur maksiatnya. Yang harus kita garis bawahi adalah pada masa kin biasanya dalam perayaan Maulid itu banyak unsur yang diharamkan, misalnya merayakan Maulid dengan Musik-musikan, merayakan Maulid dengan memainkan Nasyid yang dimainkan oleh para Wanita, merayakan maulid Nabi dengan pergaulan bebas antara Muda-Mudi, ini semua jelas haram hukumnya.
            Tapi pada dasarnya Maulid itu sunnat hukumnya, bukan haram ataupun Bid’ah. Kita lihat terlebih dahulu beberapa keterangan dari Para Ulama mengenai hal ini :
1.      Berkata Al-Imam Jalaluddin As-Suyuthi : pokok dari amal Maulid ialah bahwa manusia berumpul, kemudian mereka membaca sekedar ayat-ayat Al-Qur’an, kemudian membaca kisah-kisah sejarah Nabi, kemudian mereka makan bersama dan setelah mereka pulang kerumah masing-masing, diberi pahala yang mengerjakannya , karena dalam amal ibadah itu terdapat suasana membesarkan Nabi, melahirkan kesukaan dan kegembiraan atas kelahiran Nabi Muhammad SAW yang mulia. (Lihat kitab I’anatut Thalibin Juz III hal 363).
Imam Suyuthi adalah Ulama besar dalam Madzhab Syafi’I, beliau lahir tahun 849 H di mesir dan wafat pada tahun 911  H. kitab yang dikarang beliau lebih dari 500 (lima ratus kitab), dalam bermacam-macam ilmu pengetahuan Islam.
2.      Berkata Al-Imam Al-halabi : telah diceritakan bahwa dihadapan Imam Subki pada suatu kali berkumpul banyak Ulama-Ulama pada zaman itu, kemudian salah seorang dari pada mereka membaca puji-pujian terhadap Nabi SAW, pada ketika itu Imam Subki dan sekalian Ulama yang hadir berdiri serempak menghormati Nabi Muhammad SAW.
Imam Taqiyudin Subki adalah seorang Ulama besar dalam Madzhab Syafi’I, pengarang kitab takmilah Al-Majmu, yaitu sambungan dari kitab Al-Majmu Syarah Al-Muhadzdzab karangan Imam An-Nawawi yang berjumjlah 23 Jilid besar.

Untuk sementara inilah dahulu pendapat-pendapat Ulama yang berfahama Ahlusunnah Wal Jama’ah, sebenarnya ada banyak sekali pendapat-pendapat Ulama lainnya, namun dua pendapat Ulama saya rasa sudah cukup untuk mewakili pendapat Ulama yang lain. Sekarang kita lihat dalil Maulid Nabi SAW. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :
Artinya : maka yang beriman kepadanya (Muhammad) mereka akan memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur’an) mereka itulah yang beruntung. (Q.S Al-A’Raf 157).
            Didalam ayat ini dinyatakan dengan tegas orang yang memuliakan Nabi Muhammad adalah orang yang beruntung, merayakan Maulid termasuk dalam rangka memuliakan Nabi Muhammad SAW, maka sudah pastilah orang yang merayakan akan mendapatkan pahala di akhirat nanti. Ayat ini sangat  umum dan sangat luas artinya. Apa saja yang dikerjakan kalau  diniatkan untuk memuliakan Nabi Muhammad SAW maka kita akan mendapatkan pahala.
Kemudian dalam Q.S Al-Maidah 14 ada kata “ Azzartuhumuhum” ialah memulikan mereka, nanti dapat saudara/I lihat sendiri bunyi ayat tersebut didalam Al-Qur’an. Orang yang memuliakan Nabi akan dimasukkan kedalam Surga, sedangkan merayakan Maulid Nabi adalah dalam rangka memuliakan Nabi, maka orang-orang yang mengerjakannya akan dimasukkan Allah kedalam surga. Inilah dalil-dalil dan pendapat para Ulama mengenai Maulid Nabi SAW.
KESIMPULAN :
1.      Orang yang berfaham Wahabi melarang perayaan Maulid Nabi, dan melarang Orang untuk memuji-muji Nabi SAW, mereka merasalan bahwa Nabi itu sudah wafat, sedangkan memuji-muji orang yang sudah wafat itu adalah perbuatan yang haram, syirik, dan orang yang melakukannya adalah Quburiyyin (penyembah-penyembah kubur).
Maka kita Jawab : Apakah Wafatnya Rasulullah SAW sama dengan wafatnya kita? Sama dengan matinya hewan? Hewan kalau sudah mati dibiarkan saja begitu, kita juga kalau sudah mati maka kita tidak lagi di ingat orang. Tapi apakah itu berlaku kepada Nabi SAW, ketika Beliau wafat maka beliau tidak lagi  di ingatkan orang,tidak lagi dimuliakan orang, tidak lagi dipuji orang, Maha Suci Allah, dan Mulialah Nabi SAW disisi Nya.
Apakah kita muliakan Nabi SAW ketika Beliau masih hidup saja?
Apakah kita Hormati Nabi SAW ketika Beliau masih hidup saja?
Apakah kita Puji Nabi SAW ketika Beliau masih hidup saja?
Maka setelah Beliau wafat kita tidak lagi memuliakannya, tidak lagi menghormatinya, tidak lagi memuji nya, apakah begitu sikap kita terhadap Rasulullah?????
Orang yang berhati bersih akan tahu jawabannya mana yang benar mana yang salah.
Sedangkan WAHABI berpendapat bahwa orang yang sudah Wafat/Mati tidak berhak lagi untuk dimuliakan,untuk dihormati, naudzu Billahi Min Dzalik..

Ahlusununnah Wal Jama’ah berpendapat ;
Nabi Wajib kita Muliakan, baik beliau masih hidup atau sudah wafat.
Nabi Wajib kita hormati, baik beliau masih hidup atau sudah wafat.
Nabi wajib kita Puji , baik beliau masih hidup atau sudah wafat.
Inilah yang Ashah (benar), memang Nabi itu manusia biasa sama seperti kita, tapi apakah Nabi itu sama derajatnya dengan kita disisi Allah ta’ala??????
Tidak ada satu manusiapun yang menyamai derajat Nabi Muhammad SAW disisi Allah ta’ala.

3 komentar:

  1. Maaf Pak sebelumnya,, Rasulullah isra' mi'raj ke mana,,??? lalu saat rasulullah isra' mi'raj menghadap dengan siapa,,??? Jika Allah ada di mana-mana maka di mana bertemunya rasul dengan Allah,,,???
    Pada saat seseorang berdo'a mengapa harus mengangkat tangan,,??? Bukankah saat orang berdo'a meminta kepada allah,,???
    Ada pak dalil-dalil yang menunjukkan bahwa allah ada di arsy baik dalil dari al-qur'an maupun as-sunnah,,SHAHIH hadistnya,,:
    Rasulullah SAW pernah mengajukan pertanyaan kepada seorang budak perempuan milik Mua’wiyah bin Al-Hakam As-Sulamy sebagai ujian keimanan sebelum ia dimerdekakan oleh tuannya yaitu Mu’awiyah :
    Artinya :
    ”Beliau bertanya kepadanya : ”Di manakah Allah ?. Jawab budak perempuan : ”Di atas langit. Beliau bertanya (lagi) : ”Siapakah Aku ..?. Jawab budak itu : ”Engkau adalah Rasulullah”. Beliau bersabda : ”Merdekakan ia ! .. karena sesungguhnya ia mu’minah (seorang perempuan yang beriman)”.
    Hadits SHAHIH. Dikeluarkan oleh Jama’ah ahli hadits, diantaranya :
    1. Imam Malik (Tanwirul Hawaalik syarah Al-Muwath-tho juz 3 halaman 5-6).
    2. Imam Muslim (2/70-71)
    3. Imam Abu Dawud (No. 930-931)
    4. Imam Nasa’i (3/13-14)
    5. Imam Ahmad (5/447, 448-449)
    6. Imam Daarimi 91/353-354)
    7. Ath-Thayaalis di Musnadnya (No. 1105)
    8. Imam Ibnul Jaarud di Kitabnya ”Al-Muntaqa” (No. 212)
    9. Imam Baihaqy di Kitabnya ”Sunanul Kubra” (2/249-250)
    10. Imam Ibnu Khuzaimah -Imamnya para Imam- di Kitabnya ”Tauhid” (hal. 121-122)
    11. Imam Ibnu Abi ‘Aashim di Kitab As-Sunnah (No. 489 di takhrij oleh ahli hadits besar Muhammad Nashiruddin Al-Albanni).
    12. Imam Utsman bin Sa’id Ad-Daarimi di Kitabnya ”Ar-Raddu ‘Alal Jahmiyyah” (No. 60,61,62 halaman 38-39 cetakan darus Salafiyah).
    13. Imam Al-Laalikai di Kitabnya ”As-Sunnah ” (No. 652).
    Sedangkan dari al-qur'an :

    ”Ar-Rahman di atas ‘Arsy Ia istiwaa (bersemayam)”. (Thaha : 5)

    ”Sesungguhnya Tuhan kamu itu Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam hari, kemudian ia istiwaa (bersemayam) di atas ‘Arsy”.(Al-A’raf :54)

    ”Dan Dialah (Allah) yang Maha Kuasa di atas hamba-hamba-Nya”. (Al-An’am : 18 & 61).
    ”Wahai Isa ! Sesungguhnya Aku akan mengambilmu dan mengangkatmu kepada-Ku” (Ali Imran : 55)

    Dan masih ada banyak sekali dalil yang menjelaskan kan tentang hal ini...
    Jika saya ada perkataan yang salah mohon dimaafkan,... dan orang yang beriman apa bila ia di nasihat kan maka menerimanya,, ^_^

    BalasHapus
  2. Allah wujud tanpa memerlukan tempat. 'arsy itu simbol keagungan dan kekuasaan Allah Yang Maha Besar.

    Budak milik Mu'awiyah yang menjawab pertanyaan "Ainallah" / "Dimana Allah ?" kemudian menjawab "Di atas langit." adalah menunjukkan ketinggian dzat Allah yang tidak bisa dijangkau panca indera, bukan menunjuk tempat. Logikanya jika seseorang di Arab menunjuk atas, maka posisinya akan berbeda dengan bagian atas di belahan dunia yang lain. Alam semesta ini tidak ada yang tahu mana atas, bawah, kanan, kiri, utara, selatan dls. Adanya atas, bawah dls karena kita berada di bumi atau bertempat.

    Jadi Istiwa Allah itu perlu ditakwil sesuai keagungan dzatNya, yaitu berkuasa atas 'arsy. Bukan bersemayam/bertempat, karena jika demikian Allah sama dengan mahluq yaitu memerlukan tempat. Dan itu adalah i'tiqad yang justru tidak sesuai dengan i'tiqad ahlus sunnah wal jamaah dan merupakan i'tiqad yang batil.

    BalasHapus
  3. wahabi? anda tau apa itu wahabi? anda begitu merendahkan salafi, anda tau apa itu salafi? anda mengaku aswaja tapi membenarkan yg nama nya bid'ah??? Makhluk macam apa anda ini? anda syiah yg lagi taqiyah?

    BalasHapus