HUKUM MERAYAKAN
MAULID NABI MUHAMMAD SAW
Kaum
Wahabi/Salafi melarang semua bentuk perayaan-perayaan Maulid Nabi SAW, begitu
juga membaca Barjanzi dan Amin Tadza Kuriji… semua itu dilarang, karena kata
mereka itu adalah pekerjaan Bid’ah.
Jadi jelaslah bahwa aliran Wahabi/
Salafi melarang orang untuk memuji-muji Nabi Muhammad SAW, ini aneh sekali,
bahkan Ulama yg menjadi panutan Aliran Wahabi/Salafi yaitu Al-Imam Ibnu
Taimiyah dan Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauzi mereka berkata bahwa : barangsiapa yang
pergi ke Madinah untuk menziarahi Makam Nabi Muhammad SAW maka Musafirnya itu
adalah Musafir Ma’siat dan dia tidak boleh menjama’ dan menQashar Shalat. Ketika
membaca keterangan tersebut saya sangat terkejut atas pernyataan kedua Ulama
tersebut. Aliran Wahabi mengharamkan yang namanya Ziarah Kubur, sampai
menziarahi makam Rasulullah SAW pun dianggap mereka adalah perbuatan ma’siat. Akibat
dari ucapan mereka itu Makam Ibnu taimiyah di Syiria yang terletak dibelakang
Rumah Sakit, tidak pernah sama sekali dikunjungi orang, dan terlihat makamnya
sangat tidak terurus, sementara makam-makam Ulama yang lain seperti Imam
An-Nawawi, Imam Syafi’I dan Ulama lainnya ramai sekali dikunjungi orang, maka
dapat disimpulkan lah makam siapa kah yang lebih dicintai Manusia????
tentu anda tahu jawabannya.
tentu anda tahu jawabannya.
Al-Imam Ibnu Taimiyah ini adalah
seorang Ulama yang diragukan ke imanannya karena banyak dari pendapat beliau
itu yang bertentangan dengan Faham Sunni (Ahlussunnah Wal Jama’ah), seperti
perkataan beliau yang mengatakan bahwa Allah itu di atas Arasy, akibat dari
pendapat beliau tersebut maka sampai 80 orang lebih Ulama yang mengkafirkan
beliau,pertanyaannya bagaimana bisa kita menukil pendapat orang yg sementara
orang tersebut sudah diragukan akan keimanannya???? Insya Allah saya sedang
menyusun artikel mengenai bantahan-bantahan Ahlussunnah Waljama’ah terhadap
Pendapat Ibnu Taimiyah, atau Bantahan-Bantahan Ahlussunnah Wal Jama’ah terhadap
Faham Wahabi/Salafi” judul besar dari artikel itu adalah Pedang Kilat membantah
Wahabi (Ibnu Taimiyah).
Hukum
Maulid Nabi SAW.
Banyak para Ulama dari kalangan
Madzhab Syafi’I memfatwakan, bahwa adalah sunnat hukumnya merayakan Maulid Nabi
SAW dan hari Isra wal Mi’raj.
Merayakan hari Maulid Nabi SAW itu
boleh dengan amalan apa saja, asal semuanya diniatkan untuk membesarkan dan
untuk mengagungkan junjungan Nabi Muhammad SAW, dan didalam perayaan tersebut
tidak ada unsur maksiatnya. Yang harus kita garis bawahi adalah pada masa kin biasanya
dalam perayaan Maulid itu banyak unsur yang diharamkan, misalnya merayakan
Maulid dengan Musik-musikan, merayakan Maulid dengan memainkan Nasyid yang
dimainkan oleh para Wanita, merayakan maulid Nabi dengan pergaulan bebas antara
Muda-Mudi, ini semua jelas haram hukumnya.
Tapi pada dasarnya Maulid itu sunnat
hukumnya, bukan haram ataupun Bid’ah. Kita lihat terlebih dahulu beberapa
keterangan dari Para Ulama mengenai hal ini :
1.
Berkata
Al-Imam Jalaluddin As-Suyuthi : pokok dari amal Maulid ialah bahwa manusia
berumpul, kemudian mereka membaca sekedar ayat-ayat Al-Qur’an, kemudian membaca
kisah-kisah sejarah Nabi, kemudian mereka makan bersama dan setelah mereka
pulang kerumah masing-masing, diberi pahala yang mengerjakannya , karena dalam
amal ibadah itu terdapat suasana membesarkan Nabi, melahirkan kesukaan dan
kegembiraan atas kelahiran Nabi Muhammad SAW yang mulia. (Lihat kitab I’anatut
Thalibin Juz III hal 363).
Imam Suyuthi adalah Ulama besar dalam Madzhab Syafi’I, beliau lahir
tahun 849 H di mesir dan wafat pada tahun 911
H. kitab yang dikarang beliau lebih dari 500 (lima ratus kitab), dalam
bermacam-macam ilmu pengetahuan Islam.
2.
Berkata
Al-Imam Al-halabi : telah diceritakan bahwa dihadapan Imam Subki pada suatu
kali berkumpul banyak Ulama-Ulama pada zaman itu, kemudian salah seorang dari
pada mereka membaca puji-pujian terhadap Nabi SAW, pada ketika itu Imam Subki
dan sekalian Ulama yang hadir berdiri serempak menghormati Nabi Muhammad SAW.
Imam Taqiyudin Subki adalah seorang Ulama besar dalam Madzhab Syafi’I,
pengarang kitab takmilah Al-Majmu, yaitu sambungan dari kitab Al-Majmu Syarah
Al-Muhadzdzab karangan Imam An-Nawawi yang berjumjlah 23 Jilid besar.
Untuk sementara inilah dahulu pendapat-pendapat Ulama yang
berfahama Ahlusunnah Wal Jama’ah, sebenarnya ada banyak sekali
pendapat-pendapat Ulama lainnya, namun dua pendapat Ulama saya rasa sudah cukup
untuk mewakili pendapat Ulama yang lain. Sekarang kita lihat dalil Maulid Nabi
SAW. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :
Artinya : maka yang beriman kepadanya (Muhammad) mereka akan
memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan
kepadanya (Al-Qur’an) mereka itulah yang beruntung. (Q.S Al-A’Raf 157).
Didalam ayat ini dinyatakan dengan tegas orang yang
memuliakan Nabi Muhammad adalah orang yang beruntung, merayakan Maulid termasuk
dalam rangka memuliakan Nabi Muhammad SAW, maka sudah pastilah orang yang
merayakan akan mendapatkan pahala di akhirat nanti. Ayat ini sangat umum dan sangat luas artinya. Apa saja yang
dikerjakan kalau diniatkan untuk
memuliakan Nabi Muhammad SAW maka kita akan mendapatkan pahala.
Kemudian dalam Q.S Al-Maidah 14 ada kata “ Azzartuhumuhum” ialah
memulikan mereka, nanti dapat saudara/I lihat sendiri bunyi ayat tersebut
didalam Al-Qur’an. Orang yang memuliakan Nabi akan dimasukkan kedalam Surga,
sedangkan merayakan Maulid Nabi adalah dalam rangka memuliakan Nabi, maka
orang-orang yang mengerjakannya akan dimasukkan Allah kedalam surga. Inilah
dalil-dalil dan pendapat para Ulama mengenai Maulid Nabi SAW.
KESIMPULAN
:
1.
Orang
yang berfaham Wahabi melarang perayaan Maulid Nabi, dan melarang Orang untuk
memuji-muji Nabi SAW, mereka merasalan bahwa Nabi itu sudah wafat, sedangkan
memuji-muji orang yang sudah wafat itu adalah perbuatan yang haram, syirik, dan
orang yang melakukannya adalah Quburiyyin (penyembah-penyembah kubur).
Maka kita Jawab : Apakah Wafatnya Rasulullah SAW sama dengan
wafatnya kita? Sama dengan matinya hewan? Hewan kalau sudah mati dibiarkan saja
begitu, kita juga kalau sudah mati maka kita tidak lagi di ingat orang. Tapi apakah
itu berlaku kepada Nabi SAW, ketika Beliau wafat maka beliau tidak lagi di ingatkan orang,tidak lagi dimuliakan
orang, tidak lagi dipuji orang, Maha Suci Allah, dan Mulialah Nabi SAW disisi
Nya.
Apakah kita muliakan Nabi SAW ketika Beliau masih hidup saja?
Apakah kita Hormati Nabi SAW ketika Beliau masih hidup saja?
Apakah kita Puji Nabi SAW ketika Beliau masih hidup saja?
Maka setelah Beliau wafat kita tidak lagi memuliakannya, tidak lagi
menghormatinya, tidak lagi memuji nya, apakah begitu sikap kita terhadap
Rasulullah?????
Orang yang berhati bersih akan tahu jawabannya mana yang benar mana
yang salah.
Sedangkan WAHABI berpendapat bahwa orang yang sudah Wafat/Mati
tidak berhak lagi untuk dimuliakan,untuk dihormati, naudzu Billahi Min Dzalik..
Ahlusununnah Wal Jama’ah berpendapat ;
Nabi Wajib kita Muliakan, baik beliau masih hidup atau sudah wafat.
Nabi Wajib kita hormati, baik beliau masih hidup atau sudah wafat.
Nabi wajib kita Puji , baik beliau masih hidup atau sudah wafat.
Inilah yang Ashah (benar), memang Nabi itu manusia biasa sama
seperti kita, tapi apakah Nabi itu sama derajatnya dengan kita disisi Allah ta’ala??????
Tidak ada satu manusiapun yang menyamai derajat Nabi Muhammad SAW
disisi Allah ta’ala.
Maaf Pak sebelumnya,, Rasulullah isra' mi'raj ke mana,,??? lalu saat rasulullah isra' mi'raj menghadap dengan siapa,,??? Jika Allah ada di mana-mana maka di mana bertemunya rasul dengan Allah,,,???
BalasHapusPada saat seseorang berdo'a mengapa harus mengangkat tangan,,??? Bukankah saat orang berdo'a meminta kepada allah,,???
Ada pak dalil-dalil yang menunjukkan bahwa allah ada di arsy baik dalil dari al-qur'an maupun as-sunnah,,SHAHIH hadistnya,,:
Rasulullah SAW pernah mengajukan pertanyaan kepada seorang budak perempuan milik Mua’wiyah bin Al-Hakam As-Sulamy sebagai ujian keimanan sebelum ia dimerdekakan oleh tuannya yaitu Mu’awiyah :
Artinya :
”Beliau bertanya kepadanya : ”Di manakah Allah ?. Jawab budak perempuan : ”Di atas langit. Beliau bertanya (lagi) : ”Siapakah Aku ..?. Jawab budak itu : ”Engkau adalah Rasulullah”. Beliau bersabda : ”Merdekakan ia ! .. karena sesungguhnya ia mu’minah (seorang perempuan yang beriman)”.
Hadits SHAHIH. Dikeluarkan oleh Jama’ah ahli hadits, diantaranya :
1. Imam Malik (Tanwirul Hawaalik syarah Al-Muwath-tho juz 3 halaman 5-6).
2. Imam Muslim (2/70-71)
3. Imam Abu Dawud (No. 930-931)
4. Imam Nasa’i (3/13-14)
5. Imam Ahmad (5/447, 448-449)
6. Imam Daarimi 91/353-354)
7. Ath-Thayaalis di Musnadnya (No. 1105)
8. Imam Ibnul Jaarud di Kitabnya ”Al-Muntaqa” (No. 212)
9. Imam Baihaqy di Kitabnya ”Sunanul Kubra” (2/249-250)
10. Imam Ibnu Khuzaimah -Imamnya para Imam- di Kitabnya ”Tauhid” (hal. 121-122)
11. Imam Ibnu Abi ‘Aashim di Kitab As-Sunnah (No. 489 di takhrij oleh ahli hadits besar Muhammad Nashiruddin Al-Albanni).
12. Imam Utsman bin Sa’id Ad-Daarimi di Kitabnya ”Ar-Raddu ‘Alal Jahmiyyah” (No. 60,61,62 halaman 38-39 cetakan darus Salafiyah).
13. Imam Al-Laalikai di Kitabnya ”As-Sunnah ” (No. 652).
Sedangkan dari al-qur'an :
”Ar-Rahman di atas ‘Arsy Ia istiwaa (bersemayam)”. (Thaha : 5)
”Sesungguhnya Tuhan kamu itu Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam hari, kemudian ia istiwaa (bersemayam) di atas ‘Arsy”.(Al-A’raf :54)
”Dan Dialah (Allah) yang Maha Kuasa di atas hamba-hamba-Nya”. (Al-An’am : 18 & 61).
”Wahai Isa ! Sesungguhnya Aku akan mengambilmu dan mengangkatmu kepada-Ku” (Ali Imran : 55)
Dan masih ada banyak sekali dalil yang menjelaskan kan tentang hal ini...
Jika saya ada perkataan yang salah mohon dimaafkan,... dan orang yang beriman apa bila ia di nasihat kan maka menerimanya,, ^_^
Allah wujud tanpa memerlukan tempat. 'arsy itu simbol keagungan dan kekuasaan Allah Yang Maha Besar.
BalasHapusBudak milik Mu'awiyah yang menjawab pertanyaan "Ainallah" / "Dimana Allah ?" kemudian menjawab "Di atas langit." adalah menunjukkan ketinggian dzat Allah yang tidak bisa dijangkau panca indera, bukan menunjuk tempat. Logikanya jika seseorang di Arab menunjuk atas, maka posisinya akan berbeda dengan bagian atas di belahan dunia yang lain. Alam semesta ini tidak ada yang tahu mana atas, bawah, kanan, kiri, utara, selatan dls. Adanya atas, bawah dls karena kita berada di bumi atau bertempat.
Jadi Istiwa Allah itu perlu ditakwil sesuai keagungan dzatNya, yaitu berkuasa atas 'arsy. Bukan bersemayam/bertempat, karena jika demikian Allah sama dengan mahluq yaitu memerlukan tempat. Dan itu adalah i'tiqad yang justru tidak sesuai dengan i'tiqad ahlus sunnah wal jamaah dan merupakan i'tiqad yang batil.
wahabi? anda tau apa itu wahabi? anda begitu merendahkan salafi, anda tau apa itu salafi? anda mengaku aswaja tapi membenarkan yg nama nya bid'ah??? Makhluk macam apa anda ini? anda syiah yg lagi taqiyah?
BalasHapus