Kamis, 25 April 2013

Raka'at Shalat Tarawih


MASALAH RAKA’AT SHALAT TARAWIH, 8 ATAU 20 RAKA’AT
Alhamdulillahirrabbil ‘Alamin, Wash shalatu Wassalamu ‘Ala Asyrafil Anbiyaa’i Wal Mursalin Wa A’la Alihi Washahbihi Ajma’in.
Shalat tarawih dikerjakan setiap tahun dibulan Ramadhan, dan masalahnya terus berulang disetiap ramadhan, masyarakat selalu bertanya-tanya, yang benar yang mana? 8 raka’at atau 20 raka’at?
yang saya kaetahui dari Madzhab Syafi'i bahwa raka'at shalat tarawih itu 20 raka'at, namun akhir-akhir ini ada fatwa yang menghebohkan dengan mengatakan bahwa raka'at shalat tarawih itu 8 raka'at, kalau diMasjidil haram shalat tarawih itu 20 raka'at.
pernah saya baca didalam kitab Mafhum Wa Fadhail wa Adab wa Anwa' wa Ahkam wa Kaifiyyah fi Dhau'i al-Kitab wa as-Sunnah yang ditulis oleh Syaikh Said bin Ali bin Wahaf al-Qhathani seorang Ulama yang berfaham Wahabi beliau berkata, seseorang boleh mengerjakan shalat tarawih dengan 20 raka'at dan tiga raka'at shalat witir, tiga puluh raka'at dengan tiga raka'at shalat witir, tapi yang lebih baik adalah yang dikerjakan Rasulullah SAW yaitu 13 raka'at atau 11 raka'at, hal itu didasarkan pada Hadits Ibnu Abbas yang bercerita : bahwa Rasulullah SAW pernah mengerjakan shalat pada satu malam sebanyak 13 raka’at.
Aisya r.a juga bercerita : Rasulullah SAW mengerjakan shalat tidak pernah lebih dari sebelas raka’at,baik pada bulan ramadhan maupun bulan lainnya.
Kemudian Syaikh al-Qhathani berkata : masalah ini sangat luas cakupannya, namun yang lebih baik adalah yang sebelas raka’at.
Berbeda halnya dengan Madzhab Syafi’I, didalam Madzhab Syaf’I raka’at shalat tarawih itu adalah 20 raka’at. Adapun pembahasannya adalah sebagai berikut :
Dari Abu Hura’irah r.a : adalah Rasulullah SAW menggemarkan sembahyang pada bulan Ramadhan dengan anjuran yang tidak keras, beliau bersabda : barangsiapa mengerjakan shalat dimalam Ramadhan dengan kepercayaan yang teguh dank arena Allah semata maka akan  dihapus dosanya yang lalu. (H.R Imam Muslim) Hadits ini dapat dilihat dalam kitab Syarah Muslim Juz 6 hal 40).
Maksud Shalat dalam Hadits di atas adalah shalat Tarawih.
Abdurrahman bin  Abdul Qarai berkata : bahwa Syaiduna Umar bin Khattab memerintahkan  agar sembahyang tarawih dikerjakan dengan berjama’ah, dan beliau berpendapat bahwa itu adalah Bid’ah hasanah. Kita ketahui bahwa Abdurrahman bin Abdul Qarai adalah murid dari Syaidina Umar dan beliau adalah seorang Tabi’in yang lahir ketika Nabi masih hidup, beliau wafat pada tahun 81 H dalam usia 78 tahun.
Kemudian didalam kitab Al-Muwatha karangan Imam Malik hal 138 : Dari Malik bin Yazid bin Ruman, ia berkata : adalah manusia mendirikan shalat pada zaman Umar bin Khattab sebanyak 23 raka’at.
Jadi terlihatlah dari keterangan-keterangan tersebut bahwa sahabat-sahabat Nabi telah ijma’ (sepakat) mendirikan Shalat tarawih pada masa Umar sebanyak 20 raka’at. Itu artinya “ Ijma’ para Sahabat menurut Ilmu Ushul Fiqih adalah sebagi Hujjah” yaitu bisa dijadikan dalil Syar’i.
Kita ketahui bahwa Saidina Umar adalah seorang shabat Nabi yang sangat adil, bahkan kelak beliau lah orang yang pertama kali menerima catatan amalnya di yaumil masyar dari tangan kanan. Kita juga diperintahkan oleh Nabi SAW untuk mengikuti Syaidina Abu Bakar dan Syaidina Umar, Nabi SAW bersabda :
“ Ikutilah dua orang sesudah saya,yaitu Abu Bakar dan Umar. (H.R Imam Ahmad, Tirmidzi, dan Ibnu Majah ).
Dalam Madzhab Syafi’I orang baru bisa dianggap mengerjakan shalat tarawih apabila dia mengerjakannya sebanyak 20 raka’at dan 3 raka’at witir, dan belum dianggap orang yang mengerjakan tarawih apabila dia hanya mengerjakannya sebanyak 8 raka’at atau sebelas raka’at, dan Imam Syafi’I berkata bahwa 8 raka’at atau 11 raka’at itu bukanlah tarawih melainkan hanya Qiyamul Lail saja.
Adapun orang yang mengatakan bahwa Shalat tarawih itu adalah 8 atau 11 raka’at adalah berdasarkan Hadits Siti A’isyah Amirul Mu’minin : Tidak ada Nabi menambah pada bulan Ramadhan dan di luar bulan Ramadhan shalat 11 raka’at….(H.R Imam Bukhari).
Maka saya Jawab : Memang Hadits  itu Shahih, yang jadi permasalahan adalah apakah yang dimaksud dalam Hadits itu adalah shalat tarawih atau shalat yang lain? Dan tidak sangat tidak mungkin dalam Hadits itu yang dimaksud adalah shalat tarawih, alasannya :
1.      Didalam Matan hadits tersebut ada kata “dan diluar bulan Ramadhan” kata tersebut sangat membuktikan bahwa yang dimaksud dalam Hadits tersebut bukanlah Shalat Tarawih, karena tidak mungkin Shalat tarawih itu dikerjakan diluar bulan Ramadhan.
Jadi dalil ini sangat tidak cocok digunakan sebagai dalil Shalat tarawih.
2.      Shalat yang dikatakan Ummul Mu’minin Aisyah r.a dalam Matan Hadits tersebut adalah Shalat Tahajjud dan Witir, jadi sangat jelas kalau shalat Tarawih itu bukan 8 atau 11 raka’at.
KESIMPULAN :
1.      Atas Ijma’ para Shahabat bahwa raka’at Shalat tarawih itu adalah 20 raka’at.
2.      Kita di Wajibkan mengikuti Ijma’, terlebih-lebih Ijma’ para Shahabat.
3.      Barangsiapa yang tidak mengakui hitungan raka’at tarawih adalah 20 raka’at, maka ia seolah-olah menentang Saidina Umar bin Khattab, padahal Nabi SAW menyuruh kita agar mengikuti Saidina Umar.
4.      Nabi tidak pernah melaksanakan shalat Tarawih 8 atau 11 raka’at.
5.      Orang yang mengerjakan 8 atau 11 raka’at itu bukanlah tarawih melainkan shalat Qiyamul Lail.
Tulisan ini dapat dirujuk pada kitab :
·         Al-Jami’ As-Shahih (Shahih Muslim) yang ditulis oleh Al- Imam Muslim.
·         Shahih Bukhari yang ditulis oleh Al-Imam Bukhari.
·         Al-Muwatha’ yang ditulis oleh Al-Imam Malik bin Anas.
·         Musnad Ahmad bin Hanbal yang ditulis oleh Al-Imam Ahmad bin Hanbal.
·         Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab yang ditulis oleh Al-Imam An-Nawawi.
·         I’anatuth Thalibin yang ditulis oleh Asy-Syaikh Said Al-Bakry bin Said Muhammad Syatha Ad-Dimyati Al-Mishri.
·         Nihayatul Muhtaj yang ditulis oleh Al-Imam Ramly.

Wallahu A’lam

Shalat Sunnat Rawatib


SHALAT SUNNAT RAWATIB
Alhamdulillahirrabbil ‘Alamin, Wash shalatu Wassalamu ‘Ala Asyrafil Anbiyaa’i Wal Mursalin Wa A’la Alihi Washahbihi Ajma’in.
            Shalat sunnat rawatib ada orang yang mengerjakannya 2 raka’at dan ada yang 4 raka’at, banyak dari pada kita yang awwam bingung mengenai permasalahan ini, Insya Allah akan sedikit saya bahas mengenai Shalat sunnat Rawatib. Adapun tulisan ini saya nukil dari beberapa kitab yang berMadzhab Syafi’I, berhubung saya sendiri dan orang-orang Muslim di Indonesia pada umumnya berMadzhab Syafi’I,maka kitab yang saya pakai adalah kitab yang ber Madzhab Syafi’I, kitab-kitab tersebut diantaranya yaitu :
·         Fathul Mu’in yang ditulis oleh Asy-Syaikh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibary.
·         Syarah dari fathul Mu’in yaitu I’anatut Thalibin yang di tulis oleh Asy-Syaikh Said Al-Bakry bin Said Muhammad Syatha Ad-Dimyati Al-Mishri.
·         Hasyiah Al-Bajuri yang ditulis oleh Al-Imam Ibrahim Al-Bajuri
Dari Ummu Habibah bahwa Rasulullah SAW bersabda :
“ Tidak ada seorang Muslim yang shalat semata-mata karena Allah pada setiap hari 12 raka’at selain dari shalat Fardhu melainkan Allah akan membangunkan untuknya sebuah rumah disurga “ (H.R Muslim dan Abu Daud).
“Pada Hadits Ibnu Umar disebutkan yang dua belas raka’at itu adalah sebagai berikut : 2 raka’at sebelum Dzuhur, 2 raka’at sesudah dzuhur, 2 raka’at setelah magrib, 2 raka’at setelah isya, dan 2 raka’at sebelum subuh” (H.R Bukhari Muslim).
Ini jumlahnya masih sepuluh sementara Nabi menyebutkannya ada dua belas, kemana yang dua lagi?
Menurut Hadits Imam Muslim ditambah dua raka’at sesudah Jum’at, maka lengkaplah menjadi 12 raka’at sesuai Hadits dari Ummu Habibah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Imam Abu Daud. Shalat-shalat yang disebutkan didalam Hadits di atas itulah shalat sunnat Rawatib yang hukumnya sunnah muakkad.
Lantas kita bertanya-tanya, kita pada umumnya sudah terbiasa mengerjakan shalat dua raka’at sebelum Ashar, tapi mengapa 2 raka’at sebelum Ashar tidak disebutkan didalam Hadits tersebut?
Jawab : Memang ada Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud bahwa Nabi SAW mengerjakan shalat dua raka’at sebelum shalat Ashar, namun Hadits ini adalah Hadits Dha’if.
Adapun Hadits-Hadits mengenai shalat sunnat Rawatib yang 4 raka’at di antaranya :
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda : “ siapa yang shalat 4 raka’at setelah tergelincir matahari, dibaguskannya bacaannya, ruku’nya, dan sujudnya, maka akan bershalawat tujuh puluh  ribu malaikat kepadanya. Mereka memohon ampunan sampai malam.” (H.R Abu Ayyub Al-Anshari).
Dalam Hadits yang lain :
“ Siapa yang shalat sebelum dzuhur 4 raka’at adalah dia seperti memerdekakan budak (H.R Thabrani).
Dalam Hadits yang lain juga disebutkan :
“ Siapa yang shalat sebelum Ashar 4 raka’at maka Allah akan mengharamkan dia atas api neraka (H.R Thabrani).
Jadi dapat disimpulkan bahwa :
Shalat Rawatib yang Hukumnya Sunnat Muakkad yaitu ;
1.      2 kara’at sebelum dzuhur.
2.      2 raka’at sesudah dzuhur.
3.      2 raka’at setelah Magrib.
4.      2 raka’at raka’at setelah Isya.
5.      2 raka’at sebelum subuh.
6.      2 raka’ar sesudah Jum’at.
Sementara Shalat Rawatib yang hukumnya Sunnat Ghairu Muakkad (sunnat yang tidak dikuatkan) yaitu :
1.      2 raka’at sebelum dzuhur, maksudnya yaitu biasa orang mengerjakannya 2 raka’at namun apabila kita mengerjakannya 4 raka’at, maka tambahan yang dua raka’atnya itu lah yang sunnat Ghairu Muakkad.
2.      2 raka’at sesudah dzuhur, maksudnya yaitu biasa orang mengerjakannya 2 raka’at, namun apabila kita mengerkannya 4 raka’at, maka tambahan yang dua raka’atnya itulah yang sunnat Ghairu Muakkad.
3.      2 raka’at sebelum magrib.
4.      2 raka’at sebelum isya.
Walaupun dia hukumnya Sunnat Ghairu Muakkad bukan berarti kita tinggalkan atau tidak kita kerjakan, yang sunnat Muakkad kerjakan, yang sunnat Ghairu Muakkad kerjakan juga, karena yang hukumnya sunnat Ghairu Muakkad itupun ada Haditsnya, walaupun Haditsnya Dha’if. Kalau saya pribadi saya amalkan semuanya, karena jika saya amalkan semua berarti saya telah mengamalkan semua Hadits Nabi SAW, namun jika kita hanya mengamalkan yang sunnat Muakkad saja, berarti kiya meninggalkan sebagian Hadits Nabi SAW, itu semua kembali kepada pribadi masing-masing, di amalkan semua lebih bagus, hanya mengamalkan yang sunnat muakkad saja yang ghairu muakkad dia tidak mau itu pun bagus, yang tak bagus orang yang tak mau shalat.
Timbul pertanyaan, mengapa shalat sunnat Ba’diyah subuh dan Ashar ditiadakan, dan apa hukumnya kalau dikerjakan?
Jawab : Tidak disyariatkan sunnat Rawatib sesudah Shalat Fardhu Ashar dan Subuh, dan Makruh Tahrim orang yang mengerjakannya. Dalam Fiqih ada disebut Makhruh Tahrim dan makhruh Tanzih, apa pengertiannya? Didalam Kitab Hasyiah Al-Bajuri dikatakan bahwa yang dimaksud dengan Makhruh Tahrim adalah Makhruh yang mengakibatkan dosa, sedangkan Makrhuh Tanzih adalah Makruh yang tidak menyebabkan dosa, jadi orang yang shalat sesudah Fardhu Ashar dan Subuh tanpa sebab maka hukumnya Makhruh Tahrim yang pelakunya dikenai dosa.
Namun kalau shalat yang mempunyai sebab, baik itu sebabnya mutaqaddim (terdahulu) atau sebabnya itu Muqarrin (berbarengan) maka tidaklah makruh mengerjakan shalat-shalat tersebut sesudah shalat Ashar dan sesudah shalat Subuh. Yang dimaksud dengan Shalat yang memiliki sebab Mutaqaddim (terdahulu) seperti shalat Qadha fardhu dan Shalat Qadha sunnat, didalam Madzhab Syafi’I seseorang yang meninggalkan shalat dengan sebab uzur atau sengaja wajib mengqadha shalatnya, MengQadha Shalat Wajib hukumnya Wajib, mengQadha shalat sunnat hukumnya sunnat, jadi orang yang mengQadha shalat Wajib maupun sunnat setelah Shalat Ashar ataupun Subuh boleh hukumnya.
            Sementara yang dimaksud dengan shalat yang mempunyai sebab Muqarin seperti shalat Gerhana dan istisqa (minta hujan) boleh di kerjakan setelah shalat Ashar maupun Subuh. Misalnya setelah shalat Ashar itu terjadi gerhana Matahari , maka boleh kita shalat Gerhana tersebut.
Wallahu Subhanahu Wata’ala A’lam
Jika ada yang kurang jelas dan ada yang ingin di tanyakan silahkan berikan komentar, atau inbox di Fb saya yang bernama Abdullah Al-Qurthubi Az-Zuhaily Al-Maturidi.

Shalat Sunnat Rawatib


SHALAT SUNNAT RAWATIB
Alhamdulillahirrabbil ‘Alamin, Wash shalatu Wassalamu ‘Ala Asyrafil Anbiyaa’i Wal Mursalin Wa A’la Alihi Washahbihi Ajma’in.
            Shalat sunnat rawatib ada orang yang mengerjakannya 2 raka’at dan ada yang 4 raka’at, banyak dari pada kita yang awwam bingung mengenai permasalahan ini, Insya Allah akan sedikit saya bahas mengenai Shalat sunnat Rawatib. Adapun tulisan ini saya nukil dari beberapa kitab yang berMadzhab Syafi’I, berhubung saya sendiri dan orang-orang Muslim di Indonesia pada umumnya berMadzhab Syafi’I,maka kitab yang saya pakai adalah kitab yang ber Madzhab Syafi’I, kitab-kitab tersebut diantaranya yaitu :
·         Fathul Mu’in yang ditulis oleh Asy-Syaikh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibary.
·         Syarah dari fathul Mu’in yaitu I’anatut Thalibin yang di tulis oleh Asy-Syaikh Said Al-Bakry bin Said Muhammad Syatha Ad-Dimyati Al-Mishri.
·         Hasyiah Al-Bajuri yang ditulis oleh Al-Imam Ibrahim Al-Bajuri
Dari Ummu Habibah bahwa Rasulullah SAW bersabda :
“ Tidak ada seorang Muslim yang shalat semata-mata karena Allah pada setiap hari 12 raka’at selain dari shalat Fardhu melainkan Allah akan membangunkan untuknya sebuah rumah disurga “ (H.R Muslim dan Abu Daud).
“Pada Hadits Ibnu Umar disebutkan yang dua belas raka’at itu adalah sebagai berikut : 2 raka’at sebelum Dzuhur, 2 raka’at sesudah dzuhur, 2 raka’at setelah magrib, 2 raka’at setelah isya, dan 2 raka’at sebelum subuh” (H.R Bukhari Muslim).
Ini jumlahnya masih sepuluh sementara Nabi menyebutkannya ada dua belas, kemana yang dua lagi?
Menurut Hadits Imam Muslim ditambah dua raka’at sesudah Jum’at, maka lengkaplah menjadi 12 raka’at sesuai Hadits dari Ummu Habibah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Imam Abu Daud. Shalat-shalat yang disebutkan didalam Hadits di atas itulah shalat sunnat Rawatib yang hukumnya sunnah muakkad.
Lantas kita bertanya-tanya, kita pada umumnya sudah terbiasa mengerjakan shalat dua raka’at sebelum Ashar, tapi mengapa 2 raka’at sebelum Ashar tidak disebutkan didalam Hadits tersebut?
Jawab : Memang ada Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud bahwa Nabi SAW mengerjakan shalat dua raka’at sebelum shalat Ashar, namun Hadits ini adalah Hadits Dha’if.
Adapun Hadits-Hadits mengenai shalat sunnat Rawatib yang 4 raka’at di antaranya :
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda : “ siapa yang shalat 4 raka’at setelah tergelincir matahari, dibaguskannya bacaannya, ruku’nya, dan sujudnya, maka akan bershalawat tujuh puluh  ribu malaikat kepadanya. Mereka memohon ampunan sampai malam.” (H.R Abu Ayyub Al-Anshari).
Dalam Hadits yang lain :
“ Siapa yang shalat sebelum dzuhur 4 raka’at adalah dia seperti memerdekakan budak (H.R Thabrani).
Dalam Hadits yang lain juga disebutkan :
“ Siapa yang shalat sebelum Ashar 4 raka’at maka Allah akan mengharamkan dia atas api neraka (H.R Thabrani).
Jadi dapat disimpulkan bahwa :
Shalat Rawatib yang Hukumnya Sunnat Muakkad yaitu ;
1.      2 kara’at sebelum dzuhur.
2.      2 raka’at sesudah dzuhur.
3.      2 raka’at setelah Magrib.
4.      2 raka’at raka’at setelah Isya.
5.      2 raka’at sebelum subuh.
6.      2 raka’ar sesudah Jum’at.
Sementara Shalat Rawatib yang hukumnya Sunnat Ghairu Muakkad (sunnat yang tidak dikuatkan) yaitu :
1.      2 raka’at sebelum dzuhur, maksudnya yaitu biasa orang mengerjakannya 2 raka’at namun apabila kita mengerjakannya 4 raka’at, maka tambahan yang dua raka’atnya itu lah yang sunnat Ghairu Muakkad.
2.      2 raka’at sesudah dzuhur, maksudnya yaitu biasa orang mengerjakannya 2 raka’at, namun apabila kita mengerkannya 4 raka’at, maka tambahan yang dua raka’atnya itulah yang sunnat Ghairu Muakkad.
3.      2 raka’at sebelum magrib.
4.      2 raka’at sebelum isya.
Walaupun dia hukumnya Sunnat Ghairu Muakkad bukan berarti kita tinggalkan atau tidak kita kerjakan, yang sunnat Muakkad kerjakan, yang sunnat Ghairu Muakkad kerjakan juga, karena yang hukumnya sunnat Ghairu Muakkad itupun ada Haditsnya, walaupun Haditsnya Dha’if. Kalau saya pribadi saya amalkan semuanya, karena jika saya amalkan semua berarti saya telah mengamalkan semua Hadits Nabi SAW, namun jika kita hanya mengamalkan yang sunnat Muakkad saja, berarti kiya meninggalkan sebagian Hadits Nabi SAW, itu semua kembali kepada pribadi masing-masing, di amalkan semua lebih bagus, hanya mengamalkan yang sunnat muakkad saja yang ghairu muakkad dia tidak mau itu pun bagus, yang tak bagus orang yang tak mau shalat.
Timbul pertanyaan, mengapa shalat sunnat Ba’diyah subuh dan Ashar ditiadakan, dan apa hukumnya kalau dikerjakan?
Jawab : Tidak disyariatkan sunnat Rawatib sesudah Shalat Fardhu Ashar dan Subuh, dan Makruh Tahrim orang yang mengerjakannya. Dalam Fiqih ada disebut Makhruh Tahrim dan makhruh Tanzih, apa pengertiannya? Didalam Kitab Hasyiah Al-Bajuri dikatakan bahwa yang dimaksud dengan Makhruh Tahrim adalah Makhruh yang mengakibatkan dosa, sedangkan Makrhuh Tanzih adalah Makruh yang tidak menyebabkan dosa, jadi orang yang shalat sesudah Fardhu Ashar dan Subuh tanpa sebab maka hukumnya Makhruh Tahrim yang pelakunya dikenai dosa.
Namun kalau shalat yang mempunyai sebab, baik itu sebabnya mutaqaddim (terdahulu) atau sebabnya itu Muqarrin (berbarengan) maka tidaklah makruh mengerjakan shalat-shalat tersebut sesudah shalat Ashar dan sesudah shalat Subuh. Yang dimaksud dengan Shalat yang memiliki sebab Mutaqaddim (terdahulu) seperti shalat Qadha fardhu dan Shalat Qadha sunnat, didalam Madzhab Syafi’I seseorang yang meninggalkan shalat dengan sebab uzur atau sengaja wajib mengqadha shalatnya, MengQadha Shalat Wajib hukumnya Wajib, mengQadha shalat sunnat hukumnya sunnat, jadi orang yang mengQadha shalat Wajib maupun sunnat setelah Shalat Ashar ataupun Subuh boleh hukumnya.
            Sementara yang dimaksud dengan shalat yang mempunyai sebab Muqarin seperti shalat Gerhana dan istisqa (minta hujan) boleh di kerjakan setelah shalat Ashar maupun Subuh. Misalnya setelah shalat Ashar itu terjadi gerhana Matahari , maka boleh kita shalat Gerhana tersebut.
Wallahu Subhanahu Wata’ala A’lam
Jika ada yang kurang jelas dan ada yang ingin di tanyakan silahkan berikan komentar, atau inbox di Fb saya yang bernama Abdullah Al-Qurthubi Az-Zuhaily Al-Maturidi.