Rabu, 10 Mei 2017



TERJEMAH RISALAH NIKAH
(Hukum Perkawinan Islam)

Bagi anda yg sudah menikah atau akan menujuh sebuah pernikahan hendaklah menjadikan buku ini sebagai panduan (pedoman)

Pembahasan - pembahasan yg berkaitan dengan pernikahan lengkap di bahas dalam buku ini.

Mulai dari permasalahan Kriteria Memilih Calon Suami/Istri , Meminang, sampai kepada permasalahan Hadhonah (Hak Asuh Anak) di bahas dalam buku ini.

Yang menjadikan buku ini spesial adalah dilampirkannya Kompilasi Hukum Islam.
______________________________
Penulis ; asy-Syaikh H.S.A al-Hamdani.
Kertas Putih.
Penerbit ; Pustaka Amani Jakarta.
Tebal ; - + 390 an hlm (Lumayan Tebal)
_______________________________________
Harga hanya Rp 40.000 (Harga discount) dari harga Rp 50.000

Kami Juga Menjual Untuk Grosiran Dengan Harga Jauh Lebih Murah.

(Belum termasuk ongkir)
______________________________
READY STOCK
______________________________
Pemesanan hubungi WA/LINE/SMS 083191600500.

Bagi yg ingin jadi Reseller kami, monggo hubungi kontak di atas.

Atau datang Langsung ke Toko Buku Bustanul Arifin Medan.
Alamat ; Jl Garu 2 B, Gg Karya No 30 A, Kelurahan Harjosari Satu, Kecamatan Medan Amplas, Kota Madya Medan.
________________________
Untuk diluar kota Medan
🚛 Pengiriman via JNE/POS dari MEDAN.
.
Jadilah MUSLIM yg berwawasan bersama KAMI😊😊😊





TERJEMAH FADHILAH WANITA SHOLIHAH

Cocok untuk istri, putri - putri, kerabat atau pun sahabat anda.

Cocok untuk semua Kalangan.
______________________________
Penulis ; asy-Syaikh Abdurrahman Ahmad as-Sirbuny.
Kertas Putih.
Penerbit ; Pustaka Nabawi.
Tebal ; - + 220 an hlm.
(Buku Panjang).
__________________________________________

Seorang lelaki mendambakan seorang wanita sholihah.
Buku ini membimbing anda bagaimana menjadi seorang wanita sholihah.

Bagi seorang wanita yg ingin menjadi wanita sholihah.
Sangat cocok menjadikan buku ini sebagai panduan.
Bahasanya sangat mudah untuk difahami.
_______________________________________
Harga Rp 45. 000 (Harga discount) dari harga 55.000.
Berlaku Sampai Tanggal 16 Mei 2017.

Kami Juga Menjual Untuk Grosiran Dengan Harga Jauh Lebih Murah.

(Belum termasuk ongkir)
______________________________
READY STOCK
______________________________
Pemesanan hubungi WA/LINE/SMS 083191600500.

Bagi yg ingin jadi Reseller kami, monggo hubungi kontak di atas.

Atau datang Langsung ke Toko Buku Bustanul Arifin Medan.
Alamat ; Jl Garu 2 B, Gg Karya No 30 A, Kelurahan Harjosari Satu, Kecamatan Medan Amplas, Kota Madya Medan.
________________________
Untuk diluar kota Medan
🚛 Pengiriman via JNE/POS dari MEDAN.
.
Jadilah MUSLIM yg berwawasan bersama KAMI😊😊😊


TERJEMAH TAFSIR AYATUL AHKAM/ROWA'IUL BAYAN
______________________________________
Penulis ; Karya asy-Syaikh Muhammad Ali Ash-Shobuni.
Jumlah 2 Jilid
Tebal ;
1. Jilid Pertama ; -+ 670 hlm (Buku Ukuran Besar).
2. Jilid Kedua ; -+ 700 hlm (Buku Ukuran Besar).
Hard Cover.
Kertas Putih.
Penerbit ; Keira
Berat Buku ; 2,7 Kg (Digenapkan 3 Kg).
_______________________________________
Harga Rp 260. 000 (Harga discount) dari harga Asal Rp 320.000
Berlaku Sampai Tanggal 16 Mei 2017.

Kami Juga Menjual Untuk Grosiran Dengan Harga Jauh Lebih Murah.

(Belum termasuk ongkir)
______________________________
READY STOCK
Stok Sangat Terbatas
______________________________
Pemesanan hubungi WA/LINE/SMS 083191600500.

Bagi yg ingin jadi Reseller kami, monggo hubungi kontak di atas.

Atau datang Langsung ke Toko Buku Bustanul Arifin Medan.
Alamat ; Jl Garu 2 B, Gg Karya No 30 A, Kelurahan Harjosari Satu, Kecamatan Medan Amplas, Kota Madya Medan.
________________________
Untuk diluar kota Medan
🚛 Pengiriman via JNE/POS dari MEDAN.
.
Jadilah MUSLIM yg berwawasan bersama KAMI😊😊😊

Minggu, 08 September 2013

HUKUM WANITA SHALAT BERJAMA’AH DIMASJID



Alhamdulillah, Wash-Shalatu Wassalamu Ala Rasulillah, Wa ‘Ala Alihi Washahbihi Ajma’in.

Jangan malas membaca!!!! Rajin membaca agar Ilmu bertambah !!!
Nabi SAW bersabda : Barangsiapa yang belajar satu macam ilmu dan mengajarkannya kepada orang lain karena Allah SWT, maka Allah akan memberikan pahala tujuh puluh Nabi.
Pembahasan ini saya awali dari hukum shalat berjama’ah. Sebagai mana yang telah kita ketahui bahwa banyak sekali Hadits-Hadits yang mnyebutkan mngenai keutamaan shalat berjama’ah, diantaranya :
“ Hadits Abdullah bin Umar , bahwa Rasulullah Saw bersabda : Shalat jama’ah it lebih utama 27 derajat dari pada shalat sendirian. (HR. Bukhari)”.
Dari Abu Hurairah , bahwa Nabi SAW bersabda : “ Shalatnya seseorang dengan berjama’ah melebihi shalatnya sendirian dirumahnya…. ( HR Ahmad, Bukhari dan Muslim).
Inilah diantara Hadits-Hadits menyatakan tentang shalat berjama’ah, sebelumnya saya mohon maaf karena saya tidak bisa menuliskan Haditsnya, kerena komputer saya tidak memadai untuk menuliskan tulisan arab. Terjeadi perbedaan pendapat Ulama mengenai hukum shalat berjama’ah, Dianatara Ulama yang berpendapat bahwa shalat berjama’ah hukumnya adalah Fardhu A’in diantaranyanya Al-Imam Atho’, Al-Jauzi, Ahmad, Abu Tsaur, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Al-Mundzir, Ibnu Hibban, Abdul ‘Abbas, dan Ulama-Ulama Zhohiriyah. Abu Daud mengatakan bahwa berjama’ah itu merupakan salah satu dari syarat sahnya shalat, berdasarkan pendapat yang terpilih olehnya bahwa setiap yang wajib dalam shalat itu , maka termasuk syarat shalat. Hanya saja pendapat ini tdk boleh langsung diterima, akrena ketentuan syariat itu harus berdasarkan dalil. Berdasarkan pendapat Imam Ahmad dan lainnya bahwa berjama’ah itu wajib, tetapi bukan termasuk syarat sah shalat. Sedangkan Jumhur Ulama’ (Syafi’Iyyah, Malikiyyah, Hanafiyyah) berpendapat bahwa berjama’ah itu hukumnya fardhu kifayah. Sementara Imam Malik, Zaid bin Ali, Al-Mu’ayyid, Abu Yusuf, dan Muhammad bin Hasan shalat berjama’ah itu hanya sunnat Muakkad saja.
Dari beberapa perbedaan pendapat diantara Ulama diatas, Imam Asy-Syaukani dalam kitabnya Nailul Authar mengambil jalan tengah sebagai sintesa perbedaan yang ada, menurut beliau pendapat yang paling adil dan mendekati kebenaran adalah “ Bahwa shalat berjama’ah itu termasuk sunnat muakkad, yang tidak perlu ditinggalkan selagi memungkinkan melaksanakannya, kecuali orang-orang yang benar- benar berhalangan”
NB : Berdasarkan penelitian yang saya lakukan dari kitab-kitab fiqih yang bermadzhab Syafi’I hukum shalat berjama’ah adalah sunnat muakkad.
Timbul pemasalahan, bagaimanakah hukumnya jika wanita shalat berjama’ah diMasjid, bukankah ada Hadits yang menyatakan shalatnya wanita lebih baik dirumah?
Jawab : ya, memang benar ada Hadits yang menyatakan bahwa shalat nya wanita lebih baik dirumah, namun Hadits tersebut bukanlah menyatakan larangan, dalam hadits itu hanya anjuran saja, bukan larangan.
Hadits yang dimaksud yaitu diantaranya :
“ Dari Ummu Salamah, bahwa Rasulullah  SAW bersabda : sebaik-baik masjid kaum wanita, adalah tengah-tengah rumah mereka.”  (H.R Ahmad).
Inilah dianatara Hadits yang menganjurkan agar wanita shalat dirumah, namun harus diketahui juga bahwa banyak Hadits-hadits yang menyatakan kebolehan wanita shalat dimasjid, diantaranya :
“ dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda : Janganlah kamu melarang perempuan-perempuan pergi kemasjid-masjid Allah, dan hendaklah mereka keluar tanpa wangi-wangian (HR. Ahmad dan Abu Daud)
“Dari Ibnu Umar, dari Nabi SAW , ia bersabda : Jika istri-istri kamu minta izin untuk pergi kemasjid pada waktu malam, maka izinkanlah mereka (HR Jama’ah)”.
“Dan dalam satu lafadz dikatakan : Janganlah kamu menghalang-halangi perempuan-perempuan pergi kemasjid –masjid, tetapi rumah mereka adalah lebih baik bagi mereka (HR Ahmad dan Abu Daud)”
 Jadi wanita boleh melaksanakan shalat berjama’ah dimasjid, akan tetapi hendaklah wanita itu harus menjaga adab-adabnya, diantaranya :
a)      menutup auratnya,jangan seperti kebanyakan wanita zaman sekarang, mereka memang pergi kemasjid, tapi dari rumah menuju masjid mereka tidak menutup auratnya, mukenah yang digunakan untuk shalat tidak mereka pakai, hanya mereka sandang saja dibahu mereka atau dtas mereka, itu tidaklah dbenarkan syari’at.
b)      Tidak memakai wangi-wangian yang terlalu tajam yang mana jika wangi-wangian itu terlalu tajam, sehingga tercium oleh laki-laki yang bukan mahramnya maka ia akan dikenai dosa orang yang berzina.
c)      Tidak memakai pakaian yang terlalu mencolok,yang mana karena pakaian yang ia pakai ia menjadi pusat perhatian orang banyak, hal ini termasuk tabarruj , sedangkan tabarruj dilarang dalam agama.
d)     Meminta izin kepada suaminya jika ia sudah mempunyai suami, jika belum punya suami maka minta izin kepada orang tuanya, jika tidak punya orang tua, maka minta izin kepada walinya.
Timbul pertanyaan dari seorang akhwat, saya sudah istiqamah untuk melaksanakan shalat dirumah, dikarenakan Hadits Nabi yang menyatakan lebih baik wanita itu shalat nya dirumah, lebih baik manakah, atau lebih afdhal yang manakah, shalat dirumah atau dimasjid? Mau shalat dimasjid , masjidnya jauh.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                           
Jawab : Dalam keterangan diatas sudah dijelaskan bahwa Hadits Nabi yang menyatakan bahwa “ sebaik-baik masjid kaum wanita adalah dirumah mereka” Hadits ini bukan merupakan perintah agar wanita shalat dirumah saja, juga bukan merupakan larangan agar wanita tidak shalat dimasjid, Hadits ini hnya berupa anjuran saja, bahkan banyak juga Hadits-Hadits yang mnyatakan agar laki-laki tdk melarang wnita-wnita untuk shalat dimasjid, akan tetapi lebih baik mereka shalatnya dirumah saja. Jadi Hadits tersebut tdk muthlaq wanita tdk boleh shalat dimasjid, hnya sebatas anjuran saja.
Kemudian Al-Imam Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad Al-Husaini mengatakan dalam kitabnya Kifayatul Akhyar Juz 1 : Bahwa shalat berjama’ah itu dapat dicapai dengan mengerjakannya dirumah dengan berjama’ah dengan istri, anak-anak, atau orang lain, akan tetapi berjama’ah di masjid adalah lebih Utama.
Jauhnya masjid tidak bisa menajdi alasan, karena Nabi SAW bersabda :
“ Orang yang lebih jauh, kemudian lebih jauh lagi dari masjid, itulah yang lebih besar pahalanya (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah)”.

Kesimpulan :
Wanita shalat berjama’ah dirumah boleh, shalat berjama’ah dimasjid juga boleh, tapi kalau ditanya lebih utama yang mana? jawabnya Al-Fadhilatul ustadz (Dosen Kami) mengatakan lebih utama shalat berjama’ah dimasjid, karena jika dilihat kemashlahatannya pada masa kini wnitalah yg bnyk mengisi masjid dibandingkan para laki2. Kalau dahulu pada masa Nabi wanita lebih banyak shalat dirumah, terutama shalat subuh dan isya, itu terjadi karena pada masa Nabi SAW keadaan sangat gelap sekali, sehingga ketika berjalan tdk melihat apapun sama sekali , kerana sangt gelap, namun pada masa sekarang, sudah ada penerangan , sudah ada kendaraan yang instan, kemudian masyarakat juga sudah ramai, jd mashlahatnya besar sekali. Sementara Syaikh Wahbah berkomentar bahwa shalat wanita lebih baik dirumah, sebagaimana yang dinashkan oleh Imam Syafi’I dan Hanbali bahwa wanita yang cantik jelita, bertubuh seksi yang dapat menjadi pusat perhatian laki2, maka wnita yg seperti itu makruh shalat berjama’ah dimasjid,   namun dibolehkan bagi wanita yang tidak cantik jelita untuk shalat dimasjid,namun dirumah lebih baik bagi mereka.
Nah, sekarang tergantung kita mau ikut yang mana??? Kalau kita memang terbiasa shalat berjama’ah dimasjid , maka istiqamahlah selagi tidak ada mudharatnya. Tapi kalau kita terbiasa shalat berjama’ah dirumah, maka istiqamahlah selagi itu lebih baik menurut pandangan antum, tapi apa salahnya sekali-kali shalatnya dimasjid, kan ada juga Hadits yang menganjurkan agar kita shalatnya dimasjid, yang biasa dilakukan shalat dirumah, kemudian sekali-kali shalat  dimasjid, berarti kita mengamalkan semua Hadits Nabi,dua-dua jadinya kita amalkan, Hadits anjuran untuk shalat dirumah di amalkan, anjuran untuk shalat dimasjid juga kita amalkan, jd semua Hadits Nabi kita amalkan,  tapi kalau shalat dirumah aja, berarti Cuma satu Hadits aja yang di amalkan.

Rujukan :
1.      Al-Fiqhu ‘Ala Al-Madzhibi Al-Arba’ah oleh Al-Imam Abdur-Rahman Al-Jazairi.
2.      Fathul Bari oleh Al-Imam Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani.
3.      Al-Minhaj Al-Qawim ‘Ala Al-Muqaddimah Al-Hadramiyah oleh Asy-Syaikh Ibnu Hajar Al-Haitami.
4.      Al-Bayan Fi Fiqhi Imam Asy-Syafi’I oleh Al-Imam Al-Umrani
5.      Nailul Authar oleh Al-Imam Muhammad bin Ali Muhamammad Asy-Syaukani.
6.      Kifayatul Akhyar oleh Al-Imam Taqiyuddin Abu Bakar Bin Muhammad Al-Husaini.
7.      Al-Fiqhul Islami Wa’Adillatuhu oleh Asy-Syaikh Wahbah Az-Zuhaily.


Wallahu A’lam

Tanda Matinya Hati.



Assalamu’alaikum Wbr.
Alhamdulillah, was-Shalatu Wassalamu ‘ala Rasulillah.
Tulisan ini merupakan untaian hikmah dari Al-Arifbillah Al-Imam Ibnu Ath-Thaillah As-Sakandari didalam kitabnya Al-Hikam, kemudian kitab itu di Syarahkan oleh Al-Imam Al-Ajibah Al-Hasani dengan kitab yang bernama Hiqazul Himam Fi Syarhul Hikam.
yang mana untaian hikmah ini dapat melembutkan hati orang yang membacanya, khususnya bagi orang yang ingin sampai kepada Allah (ma’rifatullah).
Al-Imam Ibnu Ath-Thaillah berkata : sebahagian dari tanda-tanda matinya hati seseorang itu yaitu tidak bersedih ketika luput darinya keta’ataan, dan tidak menyesal ketika berbuat maksiat.
Orang yg hatinya mati ketika terlepas darinya perbuatan ta’at, misalnya dia tidak shalat dan sebagainya, maka orang tersebut tidak bersedih. Ditinggalkannya shalat, tapi dia merasa biasa-biasa saja, kemudian orang yg mati hatinya tersebut ketika dia berbuat maksiat tidak ada rasa penyesalan sedikitpun yang timbul dari dirinya. baik ketika dia meninggalkan ta’at dan baik ketika dia berbuat maksiat tidak timbul dari dirinya rasa sedih dan menyesal, itu berarti tanda matinya hati.
Al-Imam Ahmad Ajibah Al-Hasani berkata : Matinya hati seseorang itu yang menyebabkannya ada tiga hal : 1). Cinta Kepada dunia, 2). Lalai dari berdzikir kepada Allah, 3) Mempergunakan anggota badan untuk bermaksiat kepada Allah.
1. Cinta Kepada Dunia. Nabi SAW bersabda : Bekunya air mata tidak pernah menangis karena dosa, itu tanda kerasnya hati, kerasnya hati itu timbul karena mencintai dunia.
Al-Imam Al-Ghazali berkata : yang merusak ibadah seorang hamba itu karena 4 hal :1). Dunia, 2). Makhluk (Lingkungan), 3). Syaithan, 4). Hawa Nafsu.
• Cinta Kepada dunia mengobatinya yaitu dengan zuhud terhadap dunia.
• Makhluk (Lingkungan) cara mengobatinya yaitu dengan Uzlah (Menyendiri dari Makhluk) dan melakukan pendekatan terus menerus dengan Allah Ta’ala, baik dengan melakukan ibadah wajib maupun sunnat, dan banyak berdzikir.
• Hawa Nafsu cara mengobatinya paksakan nafsu itu untuk melakukan ibadah, paksakan nafsu kita untuk shalat, Puasa, Shadaqah dll. Dan Halangi Nafsu kita untuk berbuat maksiat, ketika timbul ke inginan untuk bermaksiat, maka lawanlah nafsu itu, ketika malas untuk beribadah, maka paksalah nafsu itu untuk beribadah.
• Syaithan cara mengobatinya yaitu dengan cara berdoa kepada Allah agar kita dilindungi dari godaan dan gangguan Syaithan.

2. Lalai dari berdzikir kepada Allah. Hal ini menyebabkan hati kita menjadi mati, sehingga terus saja kita dalam perbuatan dosa tanpa adanya penyesalan dan tanpa adanya upaya untuk bertaubat. Orang yang selalu berdzikir kepada Allah,ketika terbit dari dirinya perbuatan maksiat (dosa) maka dia akan bersegera minta ampunan kepada Allah. Sementara orang yang mati hatinya , ketika terbit dari dirinya perbuatan maksiat (dosa) maka ia akan terus saja melakukan perbuatan dosa tanpa adanya penyesalan dan tanpa adanya usaha untuk bertaubat. Maka dari pada itu banyaklah basahi lidah dengan kalimah Thaiyyibah.
3. Membiarkan anggota badan berbuat maksiat. Cara mengobatinya yaitu dengan cara : mata digunakan untuk banyak membaca Al-Qur’an, Telinga digunakan untuk banyak mendengarkan baca’an Al-Qur’an, mendengarkan pengajian-pengajian, jangan gunakan telinga untuk MENDENGARKAN MUSIK, Lidah digunakan untk berdzikir, membaca Al-Qur’an dll, Tangan digunakan untuk bershadaqah, kaki digunakan untuk melangkah ketempat yang diridhai Allah.
Kemudian Al-Imam Ahmad Ajibah Al-Hasani menambahkan bahwa sebab hidupnya hati seorang hamba yaitu : 1). Zuhud terhadap dunia, 2). Sibuk Berdzikir Kepada Allah 3). Bersahabat dengan wali-wali Allah (Para Ulama’).
Jadi ini lah tanda matinya hati dan cara mengobati hati yang mati tersebut, semoga kita semua yang membaca artikel ini bukan termasuk orang-orang yang hatinya mati, dan jika termasuk orang-orang yang hatinya mati maka bersegeralah untuk mengobatinya, karena ampunan Allah itu Maha luas, sebanyak apapun dosa yang kita lakukan, lebih luas lagi ampunan Allah Ta’ala.

Kamis, 25 April 2013

Raka'at Shalat Tarawih


MASALAH RAKA’AT SHALAT TARAWIH, 8 ATAU 20 RAKA’AT
Alhamdulillahirrabbil ‘Alamin, Wash shalatu Wassalamu ‘Ala Asyrafil Anbiyaa’i Wal Mursalin Wa A’la Alihi Washahbihi Ajma’in.
Shalat tarawih dikerjakan setiap tahun dibulan Ramadhan, dan masalahnya terus berulang disetiap ramadhan, masyarakat selalu bertanya-tanya, yang benar yang mana? 8 raka’at atau 20 raka’at?
yang saya kaetahui dari Madzhab Syafi'i bahwa raka'at shalat tarawih itu 20 raka'at, namun akhir-akhir ini ada fatwa yang menghebohkan dengan mengatakan bahwa raka'at shalat tarawih itu 8 raka'at, kalau diMasjidil haram shalat tarawih itu 20 raka'at.
pernah saya baca didalam kitab Mafhum Wa Fadhail wa Adab wa Anwa' wa Ahkam wa Kaifiyyah fi Dhau'i al-Kitab wa as-Sunnah yang ditulis oleh Syaikh Said bin Ali bin Wahaf al-Qhathani seorang Ulama yang berfaham Wahabi beliau berkata, seseorang boleh mengerjakan shalat tarawih dengan 20 raka'at dan tiga raka'at shalat witir, tiga puluh raka'at dengan tiga raka'at shalat witir, tapi yang lebih baik adalah yang dikerjakan Rasulullah SAW yaitu 13 raka'at atau 11 raka'at, hal itu didasarkan pada Hadits Ibnu Abbas yang bercerita : bahwa Rasulullah SAW pernah mengerjakan shalat pada satu malam sebanyak 13 raka’at.
Aisya r.a juga bercerita : Rasulullah SAW mengerjakan shalat tidak pernah lebih dari sebelas raka’at,baik pada bulan ramadhan maupun bulan lainnya.
Kemudian Syaikh al-Qhathani berkata : masalah ini sangat luas cakupannya, namun yang lebih baik adalah yang sebelas raka’at.
Berbeda halnya dengan Madzhab Syafi’I, didalam Madzhab Syaf’I raka’at shalat tarawih itu adalah 20 raka’at. Adapun pembahasannya adalah sebagai berikut :
Dari Abu Hura’irah r.a : adalah Rasulullah SAW menggemarkan sembahyang pada bulan Ramadhan dengan anjuran yang tidak keras, beliau bersabda : barangsiapa mengerjakan shalat dimalam Ramadhan dengan kepercayaan yang teguh dank arena Allah semata maka akan  dihapus dosanya yang lalu. (H.R Imam Muslim) Hadits ini dapat dilihat dalam kitab Syarah Muslim Juz 6 hal 40).
Maksud Shalat dalam Hadits di atas adalah shalat Tarawih.
Abdurrahman bin  Abdul Qarai berkata : bahwa Syaiduna Umar bin Khattab memerintahkan  agar sembahyang tarawih dikerjakan dengan berjama’ah, dan beliau berpendapat bahwa itu adalah Bid’ah hasanah. Kita ketahui bahwa Abdurrahman bin Abdul Qarai adalah murid dari Syaidina Umar dan beliau adalah seorang Tabi’in yang lahir ketika Nabi masih hidup, beliau wafat pada tahun 81 H dalam usia 78 tahun.
Kemudian didalam kitab Al-Muwatha karangan Imam Malik hal 138 : Dari Malik bin Yazid bin Ruman, ia berkata : adalah manusia mendirikan shalat pada zaman Umar bin Khattab sebanyak 23 raka’at.
Jadi terlihatlah dari keterangan-keterangan tersebut bahwa sahabat-sahabat Nabi telah ijma’ (sepakat) mendirikan Shalat tarawih pada masa Umar sebanyak 20 raka’at. Itu artinya “ Ijma’ para Sahabat menurut Ilmu Ushul Fiqih adalah sebagi Hujjah” yaitu bisa dijadikan dalil Syar’i.
Kita ketahui bahwa Saidina Umar adalah seorang shabat Nabi yang sangat adil, bahkan kelak beliau lah orang yang pertama kali menerima catatan amalnya di yaumil masyar dari tangan kanan. Kita juga diperintahkan oleh Nabi SAW untuk mengikuti Syaidina Abu Bakar dan Syaidina Umar, Nabi SAW bersabda :
“ Ikutilah dua orang sesudah saya,yaitu Abu Bakar dan Umar. (H.R Imam Ahmad, Tirmidzi, dan Ibnu Majah ).
Dalam Madzhab Syafi’I orang baru bisa dianggap mengerjakan shalat tarawih apabila dia mengerjakannya sebanyak 20 raka’at dan 3 raka’at witir, dan belum dianggap orang yang mengerjakan tarawih apabila dia hanya mengerjakannya sebanyak 8 raka’at atau sebelas raka’at, dan Imam Syafi’I berkata bahwa 8 raka’at atau 11 raka’at itu bukanlah tarawih melainkan hanya Qiyamul Lail saja.
Adapun orang yang mengatakan bahwa Shalat tarawih itu adalah 8 atau 11 raka’at adalah berdasarkan Hadits Siti A’isyah Amirul Mu’minin : Tidak ada Nabi menambah pada bulan Ramadhan dan di luar bulan Ramadhan shalat 11 raka’at….(H.R Imam Bukhari).
Maka saya Jawab : Memang Hadits  itu Shahih, yang jadi permasalahan adalah apakah yang dimaksud dalam Hadits itu adalah shalat tarawih atau shalat yang lain? Dan tidak sangat tidak mungkin dalam Hadits itu yang dimaksud adalah shalat tarawih, alasannya :
1.      Didalam Matan hadits tersebut ada kata “dan diluar bulan Ramadhan” kata tersebut sangat membuktikan bahwa yang dimaksud dalam Hadits tersebut bukanlah Shalat Tarawih, karena tidak mungkin Shalat tarawih itu dikerjakan diluar bulan Ramadhan.
Jadi dalil ini sangat tidak cocok digunakan sebagai dalil Shalat tarawih.
2.      Shalat yang dikatakan Ummul Mu’minin Aisyah r.a dalam Matan Hadits tersebut adalah Shalat Tahajjud dan Witir, jadi sangat jelas kalau shalat Tarawih itu bukan 8 atau 11 raka’at.
KESIMPULAN :
1.      Atas Ijma’ para Shahabat bahwa raka’at Shalat tarawih itu adalah 20 raka’at.
2.      Kita di Wajibkan mengikuti Ijma’, terlebih-lebih Ijma’ para Shahabat.
3.      Barangsiapa yang tidak mengakui hitungan raka’at tarawih adalah 20 raka’at, maka ia seolah-olah menentang Saidina Umar bin Khattab, padahal Nabi SAW menyuruh kita agar mengikuti Saidina Umar.
4.      Nabi tidak pernah melaksanakan shalat Tarawih 8 atau 11 raka’at.
5.      Orang yang mengerjakan 8 atau 11 raka’at itu bukanlah tarawih melainkan shalat Qiyamul Lail.
Tulisan ini dapat dirujuk pada kitab :
·         Al-Jami’ As-Shahih (Shahih Muslim) yang ditulis oleh Al- Imam Muslim.
·         Shahih Bukhari yang ditulis oleh Al-Imam Bukhari.
·         Al-Muwatha’ yang ditulis oleh Al-Imam Malik bin Anas.
·         Musnad Ahmad bin Hanbal yang ditulis oleh Al-Imam Ahmad bin Hanbal.
·         Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab yang ditulis oleh Al-Imam An-Nawawi.
·         I’anatuth Thalibin yang ditulis oleh Asy-Syaikh Said Al-Bakry bin Said Muhammad Syatha Ad-Dimyati Al-Mishri.
·         Nihayatul Muhtaj yang ditulis oleh Al-Imam Ramly.

Wallahu A’lam