TOKO BUKU BUSTANUL ARIFIN MEDAN
Tempatnya Buku - Buku Aswaja di Medan
Rabu, 10 Mei 2017
TERJEMAH RISALAH NIKAH
(Hukum Perkawinan Islam)
Bagi anda yg sudah menikah atau akan menujuh sebuah pernikahan hendaklah menjadikan buku ini sebagai panduan (pedoman)
Pembahasan - pembahasan yg berkaitan dengan pernikahan lengkap di bahas dalam buku ini.
Mulai dari permasalahan Kriteria Memilih Calon Suami/Istri , Meminang, sampai kepada permasalahan Hadhonah (Hak Asuh Anak) di bahas dalam buku ini.
Yang menjadikan buku ini spesial adalah dilampirkannya Kompilasi Hukum Islam.
______________________________
Penulis ; asy-Syaikh H.S.A al-Hamdani.
Kertas Putih.
Penerbit ; Pustaka Amani Jakarta.
Tebal ; - + 390 an hlm (Lumayan Tebal)
_______________________________________
Harga hanya Rp 40.000 (Harga discount) dari harga Rp 50.000
Kami Juga Menjual Untuk Grosiran Dengan Harga Jauh Lebih Murah.
(Belum termasuk ongkir)
______________________________
READY STOCK
______________________________
Pemesanan hubungi WA/LINE/SMS 083191600500.
Bagi yg ingin jadi Reseller kami, monggo hubungi kontak di atas.
Atau datang Langsung ke Toko Buku Bustanul Arifin Medan.
Alamat ; Jl Garu 2 B, Gg Karya No 30 A, Kelurahan Harjosari Satu, Kecamatan Medan Amplas, Kota Madya Medan.
________________________
Untuk diluar kota Medan
🚛 Pengiriman via JNE/POS dari MEDAN.
.
Jadilah MUSLIM yg berwawasan bersama KAMI😊😊😊
TERJEMAH FADHILAH WANITA SHOLIHAH
Cocok untuk istri, putri - putri, kerabat atau pun sahabat anda.
Cocok untuk semua Kalangan.
______________________________
Penulis ; asy-Syaikh Abdurrahman Ahmad as-Sirbuny.
Kertas Putih.
Penerbit ; Pustaka Nabawi.
Tebal ; - + 220 an hlm.
(Buku Panjang).
__________________________________________
Seorang lelaki mendambakan seorang wanita sholihah.
Buku ini membimbing anda bagaimana menjadi seorang wanita sholihah.
Bagi seorang wanita yg ingin menjadi wanita sholihah.
Sangat cocok menjadikan buku ini sebagai panduan.
Bahasanya sangat mudah untuk difahami.
_______________________________________
Harga Rp 45. 000 (Harga discount) dari harga 55.000.
Berlaku Sampai Tanggal 16 Mei 2017.
Kami Juga Menjual Untuk Grosiran Dengan Harga Jauh Lebih Murah.
(Belum termasuk ongkir)
______________________________
READY STOCK
______________________________
Pemesanan hubungi WA/LINE/SMS 083191600500.
Bagi yg ingin jadi Reseller kami, monggo hubungi kontak di atas.
Atau datang Langsung ke Toko Buku Bustanul Arifin Medan.
Alamat ; Jl Garu 2 B, Gg Karya No 30 A, Kelurahan Harjosari Satu, Kecamatan Medan Amplas, Kota Madya Medan.
________________________
Untuk diluar kota Medan
🚛 Pengiriman via JNE/POS dari MEDAN.
.
Jadilah MUSLIM yg berwawasan bersama KAMI😊😊😊
TERJEMAH TAFSIR AYATUL AHKAM/ROWA'IUL BAYAN
______________________________________
Penulis ; Karya asy-Syaikh Muhammad Ali Ash-Shobuni.
Jumlah 2 Jilid
Tebal ;
1. Jilid Pertama ; -+ 670 hlm (Buku Ukuran Besar).
2. Jilid Kedua ; -+ 700 hlm (Buku Ukuran Besar).
Hard Cover.
Kertas Putih.
Penerbit ; Keira
Berat Buku ; 2,7 Kg (Digenapkan 3 Kg).
_______________________________________
Harga Rp 260. 000 (Harga discount) dari harga Asal Rp 320.000
Berlaku Sampai Tanggal 16 Mei 2017.
Kami Juga Menjual Untuk Grosiran Dengan Harga Jauh Lebih Murah.
(Belum termasuk ongkir)
______________________________
READY STOCK
Stok Sangat Terbatas
______________________________
Pemesanan hubungi WA/LINE/SMS 083191600500.
Bagi yg ingin jadi Reseller kami, monggo hubungi kontak di atas.
Atau datang Langsung ke Toko Buku Bustanul Arifin Medan.
Alamat ; Jl Garu 2 B, Gg Karya No 30 A, Kelurahan Harjosari Satu, Kecamatan Medan Amplas, Kota Madya Medan.
________________________
Untuk diluar kota Medan
🚛 Pengiriman via JNE/POS dari MEDAN.
.
Jadilah MUSLIM yg berwawasan bersama KAMI😊😊😊
Minggu, 08 September 2013
HUKUM WANITA SHALAT BERJAMA’AH DIMASJID
Alhamdulillah,
Wash-Shalatu Wassalamu Ala Rasulillah, Wa ‘Ala Alihi Washahbihi Ajma’in.
Jangan
malas membaca!!!! Rajin membaca agar Ilmu bertambah !!!
Nabi
SAW bersabda : Barangsiapa yang belajar satu macam ilmu dan mengajarkannya
kepada orang lain karena Allah SWT, maka Allah akan memberikan pahala tujuh
puluh Nabi.
Pembahasan ini saya awali dari hukum shalat berjama’ah. Sebagai
mana yang telah kita ketahui bahwa banyak sekali Hadits-Hadits yang mnyebutkan
mngenai keutamaan shalat berjama’ah, diantaranya :
“
Hadits Abdullah bin Umar , bahwa Rasulullah Saw bersabda : Shalat jama’ah it
lebih utama 27 derajat dari pada shalat sendirian. (HR. Bukhari)”.
”
Dari Abu Hurairah , bahwa Nabi SAW bersabda : “ Shalatnya seseorang dengan
berjama’ah melebihi shalatnya sendirian dirumahnya…. ( HR Ahmad, Bukhari dan
Muslim).
Inilah diantara Hadits-Hadits menyatakan tentang shalat berjama’ah,
sebelumnya saya mohon maaf karena saya tidak bisa menuliskan Haditsnya, kerena
komputer saya tidak memadai untuk menuliskan tulisan arab. Terjeadi perbedaan
pendapat Ulama mengenai hukum shalat berjama’ah, Dianatara Ulama yang
berpendapat bahwa shalat berjama’ah hukumnya adalah Fardhu A’in diantaranyanya
Al-Imam Atho’, Al-Jauzi, Ahmad, Abu Tsaur, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Al-Mundzir,
Ibnu Hibban, Abdul ‘Abbas, dan Ulama-Ulama Zhohiriyah. Abu Daud mengatakan
bahwa berjama’ah itu merupakan salah satu dari syarat sahnya shalat,
berdasarkan pendapat yang terpilih olehnya bahwa setiap yang wajib dalam shalat
itu , maka termasuk syarat shalat. Hanya saja pendapat ini tdk boleh langsung
diterima, akrena ketentuan syariat itu harus berdasarkan dalil. Berdasarkan
pendapat Imam Ahmad dan lainnya bahwa berjama’ah itu wajib, tetapi bukan
termasuk syarat sah shalat. Sedangkan Jumhur Ulama’ (Syafi’Iyyah, Malikiyyah,
Hanafiyyah) berpendapat bahwa berjama’ah itu hukumnya fardhu kifayah. Sementara
Imam Malik, Zaid bin Ali, Al-Mu’ayyid, Abu Yusuf, dan Muhammad bin Hasan shalat
berjama’ah itu hanya sunnat Muakkad saja.
Dari beberapa perbedaan pendapat diantara Ulama diatas, Imam
Asy-Syaukani dalam kitabnya Nailul Authar mengambil jalan tengah sebagai
sintesa perbedaan yang ada, menurut beliau pendapat yang paling adil dan
mendekati kebenaran adalah “ Bahwa shalat berjama’ah itu termasuk sunnat
muakkad, yang tidak perlu ditinggalkan selagi memungkinkan melaksanakannya,
kecuali orang-orang yang benar- benar berhalangan”
NB :
Berdasarkan penelitian yang saya lakukan dari kitab-kitab fiqih yang bermadzhab
Syafi’I hukum shalat berjama’ah adalah sunnat muakkad.
Timbul
pemasalahan, bagaimanakah hukumnya jika wanita shalat berjama’ah diMasjid,
bukankah ada Hadits yang menyatakan shalatnya wanita lebih baik dirumah?
Jawab
: ya, memang benar ada Hadits yang menyatakan bahwa shalat nya wanita lebih
baik dirumah, namun Hadits tersebut bukanlah menyatakan larangan, dalam hadits
itu hanya anjuran saja, bukan larangan.
Hadits
yang dimaksud yaitu diantaranya :
“
Dari Ummu Salamah, bahwa Rasulullah SAW
bersabda : sebaik-baik masjid kaum wanita, adalah tengah-tengah rumah
mereka.” (H.R Ahmad).
Inilah
dianatara Hadits yang menganjurkan agar wanita shalat dirumah, namun harus
diketahui juga bahwa banyak Hadits-hadits yang menyatakan kebolehan wanita
shalat dimasjid, diantaranya :
“
dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda : Janganlah kamu melarang
perempuan-perempuan pergi kemasjid-masjid Allah, dan hendaklah mereka keluar
tanpa wangi-wangian (HR. Ahmad dan Abu Daud)
“Dari
Ibnu Umar, dari Nabi SAW , ia bersabda : Jika istri-istri kamu minta izin untuk
pergi kemasjid pada waktu malam, maka izinkanlah mereka (HR Jama’ah)”.
“Dan
dalam satu lafadz dikatakan : Janganlah kamu menghalang-halangi
perempuan-perempuan pergi kemasjid –masjid, tetapi rumah mereka adalah lebih
baik bagi mereka (HR Ahmad dan Abu Daud)”
Jadi wanita boleh melaksanakan shalat
berjama’ah dimasjid, akan tetapi hendaklah wanita itu harus menjaga
adab-adabnya, diantaranya :
a)
menutup
auratnya,jangan seperti kebanyakan wanita zaman sekarang, mereka memang pergi
kemasjid, tapi dari rumah menuju masjid mereka tidak menutup auratnya, mukenah
yang digunakan untuk shalat tidak mereka pakai, hanya mereka sandang saja
dibahu mereka atau dtas mereka, itu tidaklah dbenarkan syari’at.
b)
Tidak
memakai wangi-wangian yang terlalu tajam yang mana jika wangi-wangian itu
terlalu tajam, sehingga tercium oleh laki-laki yang bukan mahramnya maka ia
akan dikenai dosa orang yang berzina.
c)
Tidak
memakai pakaian yang terlalu mencolok,yang mana karena pakaian yang ia pakai ia
menjadi pusat perhatian orang banyak, hal ini termasuk tabarruj , sedangkan
tabarruj dilarang dalam agama.
d)
Meminta
izin kepada suaminya jika ia sudah mempunyai suami, jika belum punya suami maka
minta izin kepada orang tuanya, jika tidak punya orang tua, maka minta izin
kepada walinya.
Timbul pertanyaan dari seorang akhwat, saya sudah istiqamah untuk
melaksanakan shalat dirumah, dikarenakan Hadits Nabi yang menyatakan lebih baik
wanita itu shalat nya dirumah, lebih baik manakah, atau lebih afdhal yang
manakah, shalat dirumah atau dimasjid? Mau shalat dimasjid , masjidnya
jauh.
Jawab : Dalam keterangan diatas sudah dijelaskan bahwa Hadits Nabi
yang menyatakan bahwa “ sebaik-baik masjid kaum wanita adalah dirumah mereka”
Hadits ini bukan merupakan perintah agar wanita shalat dirumah saja, juga bukan
merupakan larangan agar wanita tidak shalat dimasjid, Hadits ini hnya berupa
anjuran saja, bahkan banyak juga Hadits-Hadits yang mnyatakan agar laki-laki
tdk melarang wnita-wnita untuk shalat dimasjid, akan tetapi lebih baik mereka
shalatnya dirumah saja. Jadi Hadits tersebut tdk muthlaq wanita tdk boleh
shalat dimasjid, hnya sebatas anjuran saja.
Kemudian Al-Imam Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad Al-Husaini
mengatakan dalam kitabnya Kifayatul Akhyar Juz 1 : Bahwa shalat berjama’ah itu
dapat dicapai dengan mengerjakannya dirumah dengan berjama’ah dengan istri,
anak-anak, atau orang lain, akan tetapi berjama’ah di masjid adalah lebih Utama.
Jauhnya masjid tidak bisa menajdi alasan, karena Nabi SAW bersabda
:
“ Orang yang lebih jauh, kemudian lebih jauh lagi dari masjid,
itulah yang lebih besar pahalanya (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah)”.
Kesimpulan :
Wanita shalat berjama’ah dirumah boleh, shalat berjama’ah dimasjid
juga boleh, tapi kalau ditanya lebih utama yang mana? jawabnya Al-Fadhilatul
ustadz (Dosen Kami) mengatakan lebih utama shalat berjama’ah dimasjid, karena
jika dilihat kemashlahatannya pada masa kini wnitalah yg bnyk mengisi masjid
dibandingkan para laki2. Kalau dahulu pada masa Nabi wanita lebih banyak shalat
dirumah, terutama shalat subuh dan isya, itu terjadi karena pada masa Nabi SAW
keadaan sangat gelap sekali, sehingga ketika berjalan tdk melihat apapun sama
sekali , kerana sangt gelap, namun pada masa sekarang, sudah ada penerangan ,
sudah ada kendaraan yang instan, kemudian masyarakat juga sudah ramai, jd
mashlahatnya besar sekali. Sementara Syaikh Wahbah berkomentar bahwa shalat
wanita lebih baik dirumah, sebagaimana yang dinashkan oleh Imam Syafi’I dan
Hanbali bahwa wanita yang cantik jelita, bertubuh seksi yang dapat menjadi
pusat perhatian laki2, maka wnita yg seperti itu makruh shalat berjama’ah
dimasjid, namun dibolehkan bagi wanita
yang tidak cantik jelita untuk shalat dimasjid,namun dirumah lebih baik bagi
mereka.
Nah, sekarang tergantung kita mau ikut yang mana??? Kalau kita
memang terbiasa shalat berjama’ah dimasjid , maka istiqamahlah selagi tidak ada
mudharatnya. Tapi kalau kita terbiasa shalat berjama’ah dirumah, maka
istiqamahlah selagi itu lebih baik menurut pandangan antum, tapi apa salahnya
sekali-kali shalatnya dimasjid, kan ada juga Hadits yang menganjurkan agar kita
shalatnya dimasjid, yang biasa dilakukan shalat dirumah, kemudian sekali-kali
shalat dimasjid, berarti kita
mengamalkan semua Hadits Nabi,dua-dua jadinya kita amalkan, Hadits anjuran
untuk shalat dirumah di amalkan, anjuran untuk shalat dimasjid juga kita
amalkan, jd semua Hadits Nabi kita amalkan,
tapi kalau shalat dirumah aja, berarti Cuma satu Hadits aja yang di
amalkan.
Rujukan :
1.
Al-Fiqhu
‘Ala Al-Madzhibi Al-Arba’ah oleh Al-Imam Abdur-Rahman Al-Jazairi.
2.
Fathul
Bari oleh Al-Imam Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani.
3.
Al-Minhaj
Al-Qawim ‘Ala Al-Muqaddimah Al-Hadramiyah oleh Asy-Syaikh Ibnu Hajar
Al-Haitami.
4.
Al-Bayan
Fi Fiqhi Imam Asy-Syafi’I oleh Al-Imam Al-Umrani
5.
Nailul
Authar oleh Al-Imam Muhammad bin Ali Muhamammad Asy-Syaukani.
6.
Kifayatul
Akhyar oleh Al-Imam Taqiyuddin Abu Bakar Bin Muhammad Al-Husaini.
7.
Al-Fiqhul
Islami Wa’Adillatuhu oleh Asy-Syaikh Wahbah Az-Zuhaily.
Wallahu A’lam
Tanda Matinya Hati.
Assalamu’alaikum Wbr.
Alhamdulillah, was-Shalatu Wassalamu ‘ala Rasulillah.
Tulisan ini merupakan untaian hikmah dari Al-Arifbillah Al-Imam Ibnu Ath-Thaillah As-Sakandari didalam kitabnya Al-Hikam, kemudian kitab itu di Syarahkan oleh Al-Imam Al-Ajibah Al-Hasani dengan kitab yang bernama Hiqazul Himam Fi Syarhul Hikam.
yang mana untaian hikmah ini dapat melembutkan hati orang yang membacanya, khususnya bagi orang yang ingin sampai kepada Allah (ma’rifatullah).
Al-Imam Ibnu Ath-Thaillah berkata : sebahagian dari tanda-tanda matinya hati seseorang itu yaitu tidak bersedih ketika luput darinya keta’ataan, dan tidak menyesal ketika berbuat maksiat.
Orang yg hatinya mati ketika terlepas darinya perbuatan ta’at, misalnya dia tidak shalat dan sebagainya, maka orang tersebut tidak bersedih. Ditinggalkannya shalat, tapi dia merasa biasa-biasa saja, kemudian orang yg mati hatinya tersebut ketika dia berbuat maksiat tidak ada rasa penyesalan sedikitpun yang timbul dari dirinya. baik ketika dia meninggalkan ta’at dan baik ketika dia berbuat maksiat tidak timbul dari dirinya rasa sedih dan menyesal, itu berarti tanda matinya hati.
Al-Imam Ahmad Ajibah Al-Hasani berkata : Matinya hati seseorang itu yang menyebabkannya ada tiga hal : 1). Cinta Kepada dunia, 2). Lalai dari berdzikir kepada Allah, 3) Mempergunakan anggota badan untuk bermaksiat kepada Allah.
1. Cinta Kepada Dunia. Nabi SAW bersabda : Bekunya air mata tidak pernah menangis karena dosa, itu tanda kerasnya hati, kerasnya hati itu timbul karena mencintai dunia.
Al-Imam Al-Ghazali berkata : yang merusak ibadah seorang hamba itu karena 4 hal :1). Dunia, 2). Makhluk (Lingkungan), 3). Syaithan, 4). Hawa Nafsu.
• Cinta Kepada dunia mengobatinya yaitu dengan zuhud terhadap dunia.
• Makhluk (Lingkungan) cara mengobatinya yaitu dengan Uzlah (Menyendiri dari Makhluk) dan melakukan pendekatan terus menerus dengan Allah Ta’ala, baik dengan melakukan ibadah wajib maupun sunnat, dan banyak berdzikir.
• Hawa Nafsu cara mengobatinya paksakan nafsu itu untuk melakukan ibadah, paksakan nafsu kita untuk shalat, Puasa, Shadaqah dll. Dan Halangi Nafsu kita untuk berbuat maksiat, ketika timbul ke inginan untuk bermaksiat, maka lawanlah nafsu itu, ketika malas untuk beribadah, maka paksalah nafsu itu untuk beribadah.
• Syaithan cara mengobatinya yaitu dengan cara berdoa kepada Allah agar kita dilindungi dari godaan dan gangguan Syaithan.
2. Lalai dari berdzikir kepada Allah. Hal ini menyebabkan hati kita menjadi mati, sehingga terus saja kita dalam perbuatan dosa tanpa adanya penyesalan dan tanpa adanya upaya untuk bertaubat. Orang yang selalu berdzikir kepada Allah,ketika terbit dari dirinya perbuatan maksiat (dosa) maka dia akan bersegera minta ampunan kepada Allah. Sementara orang yang mati hatinya , ketika terbit dari dirinya perbuatan maksiat (dosa) maka ia akan terus saja melakukan perbuatan dosa tanpa adanya penyesalan dan tanpa adanya usaha untuk bertaubat. Maka dari pada itu banyaklah basahi lidah dengan kalimah Thaiyyibah.
3. Membiarkan anggota badan berbuat maksiat. Cara mengobatinya yaitu dengan cara : mata digunakan untuk banyak membaca Al-Qur’an, Telinga digunakan untuk banyak mendengarkan baca’an Al-Qur’an, mendengarkan pengajian-pengajian, jangan gunakan telinga untuk MENDENGARKAN MUSIK, Lidah digunakan untk berdzikir, membaca Al-Qur’an dll, Tangan digunakan untuk bershadaqah, kaki digunakan untuk melangkah ketempat yang diridhai Allah.
Kemudian Al-Imam Ahmad Ajibah Al-Hasani menambahkan bahwa sebab hidupnya hati seorang hamba yaitu : 1). Zuhud terhadap dunia, 2). Sibuk Berdzikir Kepada Allah 3). Bersahabat dengan wali-wali Allah (Para Ulama’).
Jadi ini lah tanda matinya hati dan cara mengobati hati yang mati tersebut, semoga kita semua yang membaca artikel ini bukan termasuk orang-orang yang hatinya mati, dan jika termasuk orang-orang yang hatinya mati maka bersegeralah untuk mengobatinya, karena ampunan Allah itu Maha luas, sebanyak apapun dosa yang kita lakukan, lebih luas lagi ampunan Allah Ta’ala.
Kamis, 25 April 2013
Raka'at Shalat Tarawih
MASALAH RAKA’AT SHALAT TARAWIH, 8 ATAU 20 RAKA’AT
Alhamdulillahirrabbil ‘Alamin, Wash
shalatu Wassalamu ‘Ala Asyrafil Anbiyaa’i Wal Mursalin Wa A’la Alihi Washahbihi
Ajma’in.
Shalat tarawih dikerjakan setiap tahun dibulan Ramadhan, dan
masalahnya terus berulang disetiap ramadhan, masyarakat selalu bertanya-tanya,
yang benar yang mana? 8 raka’at atau 20 raka’at?
yang saya kaetahui dari Madzhab Syafi'i bahwa raka'at shalat
tarawih itu 20 raka'at, namun akhir-akhir ini ada fatwa yang menghebohkan
dengan mengatakan bahwa raka'at shalat tarawih itu 8 raka'at, kalau diMasjidil
haram shalat tarawih itu 20 raka'at.
pernah saya baca didalam kitab Mafhum Wa Fadhail wa Adab wa Anwa'
wa Ahkam wa Kaifiyyah fi Dhau'i al-Kitab wa as-Sunnah yang ditulis oleh Syaikh
Said bin Ali bin Wahaf al-Qhathani seorang Ulama yang berfaham Wahabi beliau
berkata, seseorang boleh mengerjakan shalat tarawih dengan 20 raka'at dan tiga
raka'at shalat witir, tiga puluh raka'at dengan tiga raka'at shalat witir, tapi
yang lebih baik adalah yang dikerjakan Rasulullah SAW yaitu 13 raka'at atau 11
raka'at, hal itu didasarkan pada Hadits Ibnu Abbas yang bercerita : bahwa
Rasulullah SAW pernah mengerjakan shalat pada satu malam sebanyak 13 raka’at.
Aisya r.a juga bercerita : Rasulullah SAW mengerjakan shalat tidak
pernah lebih dari sebelas raka’at,baik pada bulan ramadhan maupun bulan
lainnya.
Kemudian Syaikh al-Qhathani berkata : masalah ini sangat luas
cakupannya, namun yang lebih baik adalah yang sebelas raka’at.
Berbeda halnya dengan Madzhab Syafi’I, didalam Madzhab Syaf’I raka’at
shalat tarawih itu adalah 20 raka’at. Adapun pembahasannya adalah sebagai
berikut :
Dari Abu Hura’irah r.a : adalah Rasulullah SAW menggemarkan
sembahyang pada bulan Ramadhan dengan anjuran yang tidak keras, beliau bersabda
: barangsiapa mengerjakan shalat dimalam Ramadhan dengan kepercayaan yang teguh
dank arena Allah semata maka akan dihapus dosanya yang lalu. (H.R Imam Muslim)
Hadits ini dapat dilihat dalam kitab Syarah Muslim Juz 6 hal 40).
Maksud Shalat dalam Hadits di atas adalah shalat Tarawih.
Abdurrahman bin Abdul Qarai
berkata : bahwa Syaiduna Umar bin Khattab memerintahkan agar sembahyang tarawih dikerjakan dengan
berjama’ah, dan beliau berpendapat bahwa itu adalah Bid’ah hasanah. Kita
ketahui bahwa Abdurrahman bin Abdul Qarai adalah murid dari Syaidina Umar dan
beliau adalah seorang Tabi’in yang lahir ketika Nabi masih hidup, beliau wafat
pada tahun 81 H dalam usia 78 tahun.
Kemudian didalam kitab Al-Muwatha karangan Imam Malik hal 138 :
Dari Malik bin Yazid bin Ruman, ia berkata : adalah manusia mendirikan shalat
pada zaman Umar bin Khattab sebanyak 23 raka’at.
Jadi terlihatlah dari keterangan-keterangan tersebut bahwa
sahabat-sahabat Nabi telah ijma’ (sepakat) mendirikan Shalat tarawih pada masa
Umar sebanyak 20 raka’at. Itu artinya “ Ijma’ para Sahabat menurut Ilmu Ushul
Fiqih adalah sebagi Hujjah” yaitu bisa dijadikan dalil Syar’i.
Kita ketahui bahwa Saidina Umar adalah seorang shabat Nabi yang
sangat adil, bahkan kelak beliau lah orang yang pertama kali menerima catatan
amalnya di yaumil masyar dari tangan kanan. Kita juga diperintahkan oleh Nabi
SAW untuk mengikuti Syaidina Abu Bakar dan Syaidina Umar, Nabi SAW bersabda :
“ Ikutilah dua orang sesudah saya,yaitu Abu Bakar dan Umar. (H.R
Imam Ahmad, Tirmidzi, dan Ibnu Majah ).
Dalam Madzhab Syafi’I orang baru bisa dianggap mengerjakan shalat
tarawih apabila dia mengerjakannya sebanyak 20 raka’at dan 3 raka’at witir, dan
belum dianggap orang yang mengerjakan tarawih apabila dia hanya mengerjakannya
sebanyak 8 raka’at atau sebelas raka’at, dan Imam Syafi’I berkata bahwa 8 raka’at
atau 11 raka’at itu bukanlah tarawih melainkan hanya Qiyamul Lail saja.
Adapun orang yang mengatakan bahwa Shalat tarawih itu adalah 8 atau
11 raka’at adalah berdasarkan Hadits Siti A’isyah Amirul Mu’minin : Tidak ada
Nabi menambah pada bulan Ramadhan dan di luar bulan Ramadhan shalat 11 raka’at….(H.R
Imam Bukhari).
Maka saya Jawab : Memang Hadits
itu Shahih, yang jadi permasalahan adalah apakah yang dimaksud dalam
Hadits itu adalah shalat tarawih atau shalat yang lain? Dan tidak sangat tidak
mungkin dalam Hadits itu yang dimaksud adalah shalat tarawih, alasannya :
1.
Didalam
Matan hadits tersebut ada kata “dan diluar bulan Ramadhan” kata tersebut sangat
membuktikan bahwa yang dimaksud dalam Hadits tersebut bukanlah Shalat Tarawih,
karena tidak mungkin Shalat tarawih itu dikerjakan diluar bulan Ramadhan.
Jadi dalil ini
sangat tidak cocok digunakan sebagai dalil Shalat tarawih.
2.
Shalat
yang dikatakan Ummul Mu’minin Aisyah r.a dalam Matan Hadits tersebut adalah
Shalat Tahajjud dan Witir, jadi sangat jelas kalau shalat Tarawih itu bukan 8
atau 11 raka’at.
KESIMPULAN :
1.
Atas
Ijma’ para Shahabat bahwa raka’at Shalat tarawih itu adalah 20 raka’at.
2.
Kita
di Wajibkan mengikuti Ijma’, terlebih-lebih Ijma’ para Shahabat.
3.
Barangsiapa
yang tidak mengakui hitungan raka’at tarawih adalah 20 raka’at, maka ia seolah-olah
menentang Saidina Umar bin Khattab, padahal Nabi SAW menyuruh kita agar
mengikuti Saidina Umar.
4.
Nabi
tidak pernah melaksanakan shalat Tarawih 8 atau 11 raka’at.
5.
Orang
yang mengerjakan 8 atau 11 raka’at itu bukanlah tarawih melainkan shalat Qiyamul
Lail.
Tulisan ini dapat dirujuk pada kitab :
·
Al-Jami’
As-Shahih (Shahih Muslim) yang ditulis oleh Al- Imam Muslim.
·
Shahih
Bukhari yang ditulis oleh Al-Imam Bukhari.
·
Al-Muwatha’
yang ditulis oleh Al-Imam Malik bin Anas.
·
Musnad
Ahmad bin Hanbal yang ditulis oleh Al-Imam Ahmad bin Hanbal.
·
Al-Majmu’
Syarah Al-Muhadzdzab yang ditulis oleh Al-Imam An-Nawawi.
·
I’anatuth
Thalibin yang ditulis oleh Asy-Syaikh Said Al-Bakry bin Said Muhammad Syatha
Ad-Dimyati Al-Mishri.
·
Nihayatul
Muhtaj yang ditulis oleh Al-Imam Ramly.
Wallahu A’lam
Langganan:
Postingan (Atom)